"Seberapa besar kekagumanmu padanya?", tanya Ocha mencobaiku.
"Sangat besar dan dalam. Aku menyukai, mengangumi dan memiliki. Itu sudah lebih dari cukup!", jawabku lantang sembari memainkan sedotan Banana Coffee Blend di depanku.
"Apakah dia memiliki rasa yang sama?"
"Pastinya!"
"Tak ingat kamu soal mantan kekasihnya itu?"
"Ahahaha cewek chubby yang berbeda keyakinan dengannya itu? Jauh lebih bagusan aku dari dia!", sesumbarku.
"Sombong sekali kamu!", canda Ocha.
"Ocha sayang, kamu sahabatan sama aku sudah berapa lama sih? Masa masih gak bisa bedain mana yang kualitas atas sama yang ecek-ecek!"
"Reza! Cukup! Hati-hati! Mulutmu harimaumu!"
"Ahahahahaha! Kamu mau bandingin aku sama cewek bantet macam dia? Ngaco kamu ah!"
"Inget za! Justru itu. Secara fisik dia gak punya apa-apa, tapi kenapa mereka bisa bertahan sampai sejauh itu? Pasti dia punya kelebihan yang sulit disaingi orang lain! Ingat itu!" Ocha mencoba menasihatiku. Aku berpura-pura mendengarkan perkataannya meskipun dalam hati ingin sekali ku cibir dirinya! Aku adalah Rezaniata Adinda! Titik!
Caesar Gaza Rahardian adalah nama lelakiku! Lelaki yang aku kenal satu tahun belakangan ini. Kami satu kampus, satu fakultas, satu jurusan dan kebetulan satu kelompok saat ospek. Dan yang terpenting...kami satu keyakinan. Memeluk agama dan dari suku yang sama. Betapa sempurnanya!
"Gaza, kamu kemana aja! Yuk jalan!"
"Oh ok! Kamu mau nonton atau karokean?"
"Hah? Aku pingin nyari baju sama liat-liat sepatu. Temenin yah?"
"Apa? Shopping? Kenapa gak ngitarin toko buku aja sih kamu?"
"Am I look as that nerdy?"
"Terserahlah!" jawab lelakiku dengan tersenyum manis. Sangat manis. Ah betapa pengertiannya dia!
"Sayang, kenapa gak ngontak-ngontak sih? Susah banget ya!"
"Maaf tadi ada rapat."
"Sok sibuk banget! Rapat apaan coba!"
"Kamu tau ada berapa organisasi yang aku ikutin kan?"
"What the hell! Am I not as important as them? What's your priority?", lelakiku tak menjawab, hanya tersenyum manis seperti biasanya.
"Gaza, aku gak suka liat kamu sama teman-temanmu itu deh!"
"Kamu gak suka mereka berarti gak suka aku juga dong.", candanya.
"Bukan, bukan begitu. Hanya saja, mereka itu agak...aneh! Norak."
"Terimakasih!"
"Gaza, aku serius!"
"Kamu gak suka aku nongkrong sama mereka karena mereka beneran norak atau karena kamu yang kelewatan protektif? Kamu cemburu kan?"
"Both! Eh tunggu, cemburu? Sama siapa?"
"Ya gak tau. Menurutmu siapa?", lagi-lagi ia selalu kembali menutup perdebatan kami dengan canda dan senyum misteriusnya.
Gaza tak pernah berterus terang padaku apa yang menjadi kegundahannya. Ia hanya menyimpannya untuk dirinya sendiri. Sebaliknya denganku, aku akan selalu mencecarnya dengan segerombolan pertanyaan jika ada sesuatu yang aku khawatirkan.
"Jiaah... penggunaan pulsaku sudah masuk masa tenggang. Aku pinjam hpmu sebentar ya. Mau hubungin pak Samsat.", yang aku maksud Samsat adalah supir keluargaku. Ia tidak menolak atau mengiyakan, sebaliknya aku segera merebut ponselnya dengan lancang. Masa bodoh, dia kan lelakiku!
"Lalu bagaimana? Apa yang kamu lakukan dengan ponselnya? Ada pesan-pesan misterius?", tanya Ocha heboh.
"Ahahaha. Gak ada. Kan contacts bbmnya yang mencurigakan, cewek-cewek kecentilan, atau yang punya bakat keganjenan aku delete-deletin semua."
"Lalu kenapa kalian jadi bubar setelah insiden kamu pakai ponselnya itu?"
"Halo, pak Samsat! Udah dimana pak? Apa, masi antar mama ke airport? Oh yaudah, aku pulang bareng pacarku aja deh ya." aku sempat hening sejenak mendengarkan jawaban di ujung sana.
"Mini Cooper. Tapi tenang aja. Pasti bakalan aman kok! Ok pak, jangan ember ke mama tapi ya!"
Sepanjang perjalanan kami banyak diam. Ia sibuk berkonsentrasi menyetir sementara aku obrak-abrik ponsel dan tablet padnya. Lelakiku adalah fotografer amatiran. Ia baru menyukai dunia jepret-menjepret semenjak duduk di bangku SMA kelas 2.
"Lololooloh!~ Apa-apaan ini?" aku setengah menjerit.
"Kenapa za? Jangan bikin yang lagi nyupir kaget dong, bahaya!", jawab lelakiku kalem.
"Ini apa?"
"Apaan sih? Yang jelas ngomongnya. Kamu mau aku nengok dan nyebabin kita berdua celaka?"
"Ini... puisi, cerpen, foto-foto editan. Maksudnya apa?"
"Oh. Aku lagi belajar, iseng-iseng nyoba peruntungan. Seniman sejati. Ngdrum iya, tukang jepret ayuk, cerpenis pun dijajal! Keren ya?", candanya.
"Iya cerpen sih cerpen. Tapi kenapa harus nama mantanmu, foto editan ukiran nama dia di pantai dan puisi tentang hubungan berbeda keyakinan? Dia sumber inspirasinya gitu? Kenapa gak balikan aja gih sana sama dia!"
"Apa-apaan sih za! Kamu cemburuannya gilak ya!"
"Iya gila! Karena aku beneran tergila-gila sama kamu. Dan kamu... beneran gila kalo harus misah dari mantanmu!", pipiku terasa memanas.
"Ahahahahaha Reza, Reza! Tuh kan apa aku bilang! Kamu jadi orang terlalu kepedean sih! Baru juga aku nasehatin kan, jangan sesumbar. Malu sendiri kan tuh!", bukannya simpatik, Ocha justru habis menertawakanku. "Terus gara-gara itu kalian putus?"
"Amit-amit putus! Emoh! Putus sih enggak, cuma lagi break aja. Yang aku gak habis pikir, apa sih bagusnya cewek itu?"
"Hush! Udah dibilangin. Za, inget ya. Kamu tau proses penambangan emas kan? Di anatara lumpur. Kamu mau tau kenapa Gaza bisa segitunya? Mungkin aja dia udah nambang sampai ke dasar, dia udah temuin yang ada pada mantannya itu, sesuatu yang bagi dia sangat berharga untuk dipertahankan."
"Ya kalo berharga ngapain putus?"
"Kata kamu mereka berbeda keyakinan. Mungkin aja kan karena itu? Atau karena hal lain misalnya. Ah sudahlah, yang terpenting adalah...jangan sampai kamu terjebak sebagai pelampiasannya semata."
"Caranya gimana?"
"Itu PR buatmu, tanpa deadline!", jawab Ocha sambil menyuruhku diam dan mendegarkan lagu yang diputar dalam kedai kopi yang kami duduki sedari tadi. Aku tutup kedua mataku dan berusaha menangkap makna dari lagu yang Ocha isyaratkan untukku dengarkan dengan seksama.
"Tabir gelap yang dulu hinggap,
lambat laun mulai terungkap.
Labil tawamu, tak pasti tangismu.
Jelas membuat aku sangat ingin mencari.
Apa yang tersembunyi... Di balik manis senyummu?
Apa yang tersembunyi... Di balik bening dua matamu?
Jalan gelap yang kau pilih,
penuh lubang dan mendaki."
Insipirasi : Antara Aku, Kau dan Bekas Pacarmu - Iwan Fals
#cerpen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar