CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 07 Oktober 2012

Filosofi Denim


"Gajah mati meninggalkan gading. Aku mati meninggalkan?"
"Hei Angelo Wicaksana! Bisa serius dikit gak sih?"
"Aku serius! Coba jawab. Meninggalkan apa?"
"Hutang? Harta? Apa?"
"Manusia mati meninggalkan kenangan. Aku mati meninggalkan blog. Ahahaha!"
"Aku serius! Kita ketemuan gak cuma untuk bahas beginian kan?
"Aku juga serius sih daritadi sebenarnya. Tapi ayo. Apa yang harus kita bicarakan?"
"Kemana saja kamu selama ini?"
"Aku mengurung diri di kamar."
"Untuk?"
"Instropeksi."
"Hasilnya?"
"Ini semua salah kita!"
"Angelo!"
"Iya ini semua salah kita!"
"Kenapa jadi kita? Kita sudah sekian lama break. Hanya itu yang bisa kamu katakan?"
"Kamu tau denim?"
"Persetan! Aku sedang serius. Kamu bisa kan menempatkan diri dengan tepat?"
"Dengar dulu! Aku belajar dari denim. Kamu tau sejarah munculnya denim?

"Jeans/denim adalah sebuah fenomena di dunia fashion. Pertama kali dibuat pada tahun 1560-an di Genoa, Italia untuk keperluan angkatan laut karena bahannya yang memungkinkan digunakan dalam keadaan basah dan kering, berasal dari bahasa Prancis, bleu de genes, atau celana biru dari Genoa.
Pada abad 18 jeans mulai masuk Amerika Serikat. Levi Strauss, pemuda berumur 21 tahun asal Bavaria, Eropa yang memperkenalkannya kali pertama pada tahun 1850-an pada penambang-penambang emas di San Francisco, Amerika. Bersama Jacob Davis, mereka berdua menciptakan kancing dari bahan metal untuk memperkuat kantung celana kerja tersebut. Tujuannya agar celana yang digunakan para pekerja tambang tidak gampang sobek karena mengantungi emas. Padahal jauh sebelum Levi dan Jacob menemukan celana itu, bahan jeans sudah dikenal di benua Eropa, khususnya di Genoa, Italia. Nama Levi’s pun lahir ketika para penambang yang ketagihan celana Levi, mencari “those pants of Levi’s” (celana si Levi) yang terbuat dari denim. Di Amerika, kata Levi’s bersinonim dengan denim jins.
Tahun 1970 adalah masa dimana denim/jeans diproduksi massal dan momen inilah yang kemudian menjadikannya mencapai puncak popularitas. Tahun 1970-an ketika Barat dilanda “endemi” hippie, jins menjadi salah satu atribut yang melekat pada mereka, menjadi simbol pemberontakan terhadap kemapanan. Tidak jarang “para pemberontak” itu sengaja mengoyak-ngoyak celana jins mereka untuk mempertegas penolakan mereka pada kemapanan.
Mereka yang menganggap diri pengikut mode, pernah tidak tertarik pada jins. Jins lalu berkembang lebih sebagai baju untuk para pekerja kerah biru di Amerika. Jins bahkan kemudian identik dengan pakaian kerja para koboi ketika menggembala sapi mereka dari atas kuda mereka.
Setelah 2 abad terus bertahan, jeans sudah benar-benar naik kelas dari pakaian pekerja kasar di Amerika kini menjadi pakaian paling fashionable dan wearable yang pernah ada."
"Ambil darimana penjelasan sepanjang itu?"
"Ehehehe aku kutip dari sini !"
"Yeee! Lalu kenapa?"
"Buat aku kita ini ibarat denim."
"Kenapa?"

"Dari luar terlihat biasa, namun nyatanya kita harus tegar." 
"Kamu sedang memberikan aku kuliah?"
"Bukan. Aku serius."
"Lalu?"
"Sejarahnya panjang, namun akan tetap abadi."
"Aku gak perduli."
"Dan hubungan kita ibarat dry denim."
"Itu apalagi coba?"
"Dry Denim atau Raw Denim adalah jeans terbaik yang terbentuk secara alami karena dipengaruhi aktivitas pemakainya. Semua arbarsion, creases, marks, fading dan whisker, makin sering dan lama dipakai makin terlihat."
"Itu jeans yang jarang dicuci itu kan? Jadi maksudmu hubungan kita gak butuh instropeksi gitu?"
"Salah! Justru semakin terlihat guratan-guratan sejarahnya, makin menambah kecintaan si pemakai pada kepunyaannya itu."
"Luka, duka dan suka semakin menjadi hiasan dalam hubungan, maksudmu?"
"Nah!"
"Seni buatku adalah seni untuk menjaga dan melindunginya. Aku tak suka jika denimku rusak."
"Seni buatku adalah bukan tentang harga dan pemakaiannya. Tapi corak yang timbul pada denim itu semacam prestasi."
"Relevansinya?"
"Kita punya pandangan yang berbeda terhadap banyak hal. Mulai dari denim, sampai hubungan ini. Tapi setidaknya kita punya 1 kesamaan yang sama yang menguatkan kita."
"Apa?"
"Filosofi denim mengajarkan kita banyak hal. Aku rebel dan bangga akan itu, kamu perfeksionis dan sangat menjunjung tinggi hal tersebut. Tapi ibarat puzzle, justru karena kita berbeda ini kita bisa menyatu."
"Lalu?"
"Aku ingin hubungan kita abadi seperti denim. Adinda Mercy Lovinka, maukah kamu tetap menjaga hubungan kita meski sudah banyak guratan persoalan yang menghiasinya?"
"Angelo Wicaksana, aku bahkan akan mendoakanmu. From Lee Cooper to Mini Cooper. Amen."
"Ahahaha biar bisa bikin bangga mami-papimu terus dapet restu gitu maksudnya?"
"Ibarat sejarah, jaman dulu orang pakai jeans bisa sampai 15-20 tahun gak dicuci. Lalu dengan bangganya bilang : 'It's my jeans!' Nah, sekarang giliranku untuk teriak ke dunia! It's my boyfriend. It's my lovelife. It's my choice!' 
"It's my unpredictable ending. We learn from denim. We would be stronger than it. Yes, we will!
"Tunggu dulu! Hubungannya sama blog yang tadi kamu sebut itu apa?"
"Aaaah... oo.. itu. Hmmm."
"Kamu curhat di blog ya? Hayo ngaku?"
Angelo hanya meringis.
"Kamu gak akan mati sekarang kan?", tetiba mimik Dinda mendadak serius.
"Kok gitu?", kaget Angelo.
"Karena aku belum mampir ke blogmu!"
"Jadi kamu ingin aku mati setelahnya, gitu?"
"Asal kita berdua, ya aku rela."
"Dih! Gombal! Gak banget!"
"Ahahahaha! Tapi sayang aku banget-banget kan kamunya?"
Seketika Angelo terbahak-bahak menanggapi perempuan yang telah memadu kasih dengannya selama 2 tahun, 3 bulan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar