"Tiara kenapa?", tanya Roland polos.
'Ah tau apa dia. Si cupu yang tiap hari hanya sibuk dengan dunianya sendiri.'
"Tiap hari aku liat kamu selalu murung. Kenapa kamu tak pernah nampak ceria?"
"Lo bawel banget sih! Bisa diem gak? Berisik!"
"Aku cuma nanya. Emang salah ya?"
"Ngomong sekali lagi gue gampar ya!"
"Cewek kok galak banget. Makin gak punya temen loh nanti kamunya!"
"Bacot! Sana lo!"
-----
"Ibu ampun bu! Ampun. Jangan siksa Tiara. Ini aku bu, Tiara. Bukan Bapak. Ibu sakit!", jerit Tiara.
Ibu tak menjawab malah makin beringas.
"Ibu Tiara mohon bu! Sakit! Ampun bu!"
"Perempuan simpanan ya kamu! Berani-beraninya rebut suami saya! Dasar perempuan tak tau malu! Mati kamu!"
"Ibuuuu! Ini Tiara. Sumpah bu. Ampun.", Tiara mulai tak berdaya. Ibunya semakin keras menjambak rambutnya. Air mata mulai menetes dari pipinya.
------
"Tiara, kok diam aja! Eh, kamu abis kejedot ya? Itu jidatnya kenapa biru?"
"Pergi lo!"
"Tiara kok galak banget sih? Roland kan cuma mau berteman."
"Najis! Dih!"
"Tiara gak boleh begitu. Dosa tau!"
"Masih aja percaya soal dosa. Tuhan itu gak ada!"
"Tiara! Ralat ucapanmu. Gak baik."
"Kalo Dia ada...gak mungkin..." kalimat Tiara menggantung.
"Apa?"
"Enggak! Udah sana!", Tiara seperti kembali mendapat kesadarannya.
-----
"Alex maaf lex. Aku minta maaf. Sumpah!"
"Ah...sana lo! Males gue punya pacar kayak lo terus. Udah! Jenuh gue!"
"Alex... sumpah maaf lex! Aku janji. Aku gak bakal kayak gitu lagi!"
"Bodo! Lo ngerti bahasa Indonesia kan? Gue jenuh!"
Tiara segera memeluk kaki lelakinya.
"Apaan sih lo! Norak. Sinetron banget! Minggir!", dorong Alex kasar.
"Alex... Maaf lex!" Berkali-kali Tiara meminta maaf dan berkali-kali pula Alex memukulinya.
Tanpa keduanya sadari, Roland melihat semuanya dan merekam dalam benaknya sendiri.
-----
Roland dan Tiara adalah teman sebangku.
"Tiara..."
"Kemarin... Roland ikutin Tiara sampai rumah!" aku Roland takut-takut.
"Ngapain lo ngintilin gue sampe rumah?"
"Ampun ampun Tiara. Dengerin dulu."
"Lo makin lancang ya lama-lama!"
"Tiara... maaf. Tapi ... menurut Roland, pacar Tiara itu bukan cowok baik-baik!."
"Diem!"
"Kenapa gak cari yang lebih baik aja sih? Atau nikmati aja dulu kesendirian. Senang-senang!"
"Kenapa gak cari yang lebih baik aja sih? Atau nikmati aja dulu kesendirian. Senang-senang!"
"Gue bilang diem!"
"Tiara... Roland emang naif. Gak mudeng banyak hal. Tapi yang Roland tau, kebahagiaan itu dimulai dari diri sendiri."
"Gak usah bahas kebahagiaan. Gak ada itu kalimat di kamus gue!" Tiara mulai melunak.
"Coba Tiara ceritain. Justru karena Roland terlalu naif, bukannya bisa lebih dipercaya ya? Ehehehe!"
"Apa yang mau diceritain? Kisah hidup gue? Ahahaha... panjang land. Berliku. Lebih ribet dari rambut kribo lo!"
"Oia? Ehehhee. Gak apa-apa. Roland bakalan dengerin kok. Lagian Bu Gultom kan gak masuk hari ini. Jadi kelas kita kosong, gak ada guru. Dua jam + waktu isitirahat cukup kan?"
"Ahahaha... masih aja mikirin gituan. Roland.. Roland! Ok. Mau denger apa? Kemaren lo ngintilin gue sampe ke rumah kan? Lo liat gimana nyokap gue? Dia gila. Beneran gila. Stress ditilang kabur Bapak. Bapak penggangguran, kerjanya judi, mabok, maen perempuan. Ibu 5 tahun di Arab jadi TKW, jadi tulang punggung keluarga, pulang-pulang gak sanggup ngadepin Bapak. Abis menang judi, Bapak malah tinggal sama selingkuhanya. Untung mbah masih hidup. Dia tinggal gak jauh dari rumah, dia yang bayarin uang sekolah gue. Kiriman Pak Le', masalah dipake biayain gue. Ahahaha!"
"Oia? Ehehhee. Gak apa-apa. Roland bakalan dengerin kok. Lagian Bu Gultom kan gak masuk hari ini. Jadi kelas kita kosong, gak ada guru. Dua jam + waktu isitirahat cukup kan?"
"Ahahaha... masih aja mikirin gituan. Roland.. Roland! Ok. Mau denger apa? Kemaren lo ngintilin gue sampe ke rumah kan? Lo liat gimana nyokap gue? Dia gila. Beneran gila. Stress ditilang kabur Bapak. Bapak penggangguran, kerjanya judi, mabok, maen perempuan. Ibu 5 tahun di Arab jadi TKW, jadi tulang punggung keluarga, pulang-pulang gak sanggup ngadepin Bapak. Abis menang judi, Bapak malah tinggal sama selingkuhanya. Untung mbah masih hidup. Dia tinggal gak jauh dari rumah, dia yang bayarin uang sekolah gue. Kiriman Pak Le', masalah dipake biayain gue. Ahahaha!"
"Astaga... rumit sekali ya kisah hidupnya Tiara. Terus?"
"Gue punya pacar. Dia harapan gue. Gue selalu bermimpi, suatu hari dia nikahin gue dan bawa gue lari yang jauh dari kenyataan hidup ini. Nyatanya? Gue cuma mainan buat dia. Tapi gue selalu ngerasa, gak akan ada cowok lain yang bisa nerima keadaan gue yang udah di dasar lumpur gini, land."
Ada keheningan di antara mereka. Roland kembali bertanya,"Lalu?"
"Udah gitu doang?"
"Beneran?"
"Oo."
"Kok cuma oh? Ngebosenin ya? Ahahaha! Abis ini mau diceritain kemana?"
"Maksud Tiara? Roland gak mudeng."
"Biasanya kan orang suka kepo, cuma jadi bahan buat cerita sama orang lain."
"Ahahaha... Tiara tau sendiri kan Roland cupunya kayak apa. Tapi Roland seneng sih sama keadaan ini. Gak dibikin ribet sama temen. Ehehehe."
"Dasar...ahahaha! Gantian lah land. Gimana kisah lo?"
"Ah kisah Roland mah gak seru. Gak ada maknanya."
"Tapi seengaknya lo masih bisa ngerasain bahagia kan? Hidup dari keluarga kaya raya. Segalanya serba ada. Lah gue? Udah miskin harta, miskin bahagia pula. Ahahaha. Land, gue bersumpah. Kalo gue sampai bahagia, itu pasti gue mati!"
"Kok gitu? Hush, jangan ngomong gitu ah! Takabur!"
"Karena memang itu nyatanya. "
-----
-6 bulan kemudian-
"Tiara! Tiara liat deh Roland bawa apa." teriak Roland heboh.
"Apaan?", sahut Tiara datar. Namun kali ini Roland sudah terbiasa dengan sikap angkuh sahabat barunya.
"Buku!"
"Sejak kapan lo ke sekolah gak bawa buku?"
"Ih tapi ini beda. Nih!" Roland mengeluarkan sebuah amplop besar dari tasnya.
"Apa ini?"
"Buka aja!" Tiara membukanya.
"Novel? Duit? Terus maksudnya? Udah ah, gak ada waktu gue sama mainan lo!"
"Hush, baca baik-baik dulu. Liat cover bukunya. Siapa nama pengarangnya?"
"Roland Saputra."
"Iyaaap! Jangan marah ya Tiara. Roland terinspirasi dari cerita Tiara waktu itu. Roland bikin jadi novel. Biar bisa menginspirasi banyak orang. Dengan belagunya Roland kirimin ke penerbit mayor. Kirain ditolak. Gataunya diterbitin. Ehehehe."
"Serius? Selamat ya Roland."
"Iya. Eia, satu lagi. Jangan marah ya. Uangnya buat Tiara aja. Kan ini ceritanya Tiara. Roland cuma menceritakan kembali aja. Lagian... jangan tersinggung ya. Tiara sendiri yang bilang Roland udah punya materi. Ehehehe!"
"Ahahahaa! Siapa yang mau nolak duit land! Eh tapi... doain aja ya semoga ini bukan pertemuan terakhir kita."
"Kok gitu?"
"Karena gue pernah bersumpah. Gue akan mati kalo gue bahagia. Dan hari ini, sumpah mati gue bahagia punya sahabat kayak lo!"
"Tiara....Sahabatnya Roland. Horrray!" spontan Roland memeluk Tiara.
"Tiara! Tiara liat deh Roland bawa apa." teriak Roland heboh.
"Apaan?", sahut Tiara datar. Namun kali ini Roland sudah terbiasa dengan sikap angkuh sahabat barunya.
"Buku!"
"Sejak kapan lo ke sekolah gak bawa buku?"
"Ih tapi ini beda. Nih!" Roland mengeluarkan sebuah amplop besar dari tasnya.
"Apa ini?"
"Buka aja!" Tiara membukanya.
"Novel? Duit? Terus maksudnya? Udah ah, gak ada waktu gue sama mainan lo!"
"Hush, baca baik-baik dulu. Liat cover bukunya. Siapa nama pengarangnya?"
"Roland Saputra."
"Iyaaap! Jangan marah ya Tiara. Roland terinspirasi dari cerita Tiara waktu itu. Roland bikin jadi novel. Biar bisa menginspirasi banyak orang. Dengan belagunya Roland kirimin ke penerbit mayor. Kirain ditolak. Gataunya diterbitin. Ehehehe."
"Serius? Selamat ya Roland."
"Iya. Eia, satu lagi. Jangan marah ya. Uangnya buat Tiara aja. Kan ini ceritanya Tiara. Roland cuma menceritakan kembali aja. Lagian... jangan tersinggung ya. Tiara sendiri yang bilang Roland udah punya materi. Ehehehe!"
"Ahahahaa! Siapa yang mau nolak duit land! Eh tapi... doain aja ya semoga ini bukan pertemuan terakhir kita."
"Kok gitu?"
"Karena gue pernah bersumpah. Gue akan mati kalo gue bahagia. Dan hari ini, sumpah mati gue bahagia punya sahabat kayak lo!"
"Tiara....Sahabatnya Roland. Horrray!" spontan Roland memeluk Tiara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar