Judul Buku : TANAH TABU
Penulis : Anindita Siswanto Thayf
Penerbit : Gramedia, Jakarta, 2009
Pemenang 1 Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2008
Ini adalah kutipan-kutipan favorit saya yang saya temukan di dalam buku ini, sebagai berikut :
“Di ujung
sabar ada perlawanan. Di batas nafsu ada kehancuran. Dan air mata hanyalah
untuk yang lemah.” – (cover depan)
“Hidup
akhirnya mengajarkan kepadaku hal terindah itu ibarat gundukan daging mentah
yang memikat hidung setiap pemangsa lapar. Selalu saja mampu membangkitkan
gairah dan nafsu untuk memiliki dan menguasai. Mengambil sedikit demi sedikit
demi kepuasaan pribadi. Tidak mau berbagi dengan yang lain. Disimpan untuk diri
sendiri.” [Pum] (9)
“Karena hidup
itu kejam, Saudaraku, dan kau harus menjadi kejam pula agar bisa bertahan.” [Pum]
(9)
“Kenyataan
itu akhirnya menyadarkanku untuk tidak lagi terlalu berharap. Apa yang sudah
hilang tidak mungkin kembali lagi, meskipun ada yang mengaku telah mencurinya
dan berjanji untuk mengembalikannya. Apakah tulang tanpa daging yang telanjang
itu bisa berdaging kembali?” – [Pum] (10)
“Dan orang
pintar bisa membuat hidupnya menjadi lebih baik. Lebih makmur dan kaya. Asal
kau tahu, itulah mimpi tertinggi setiap orang di dunia ini.” – Mabel (17)
“Wah, hebat
sekali burung itu (jumlah bulu di sayapnya 17, di ekornya 8 dan di lehernya
45). Dia bisa terbang dengan hanya 17 bulu di kanan dan kiri sayapnya. Tapi lebih
hebat lagi orang yang telah menghitung bulu-bulu itu. Siapa dia?” – Yosi (24)
“Kau tidak
bisa membuat pagar rusak di ladang menjadi bagus hanya dengan berharap ada
seseorang yang akan dating dan memperbaikinya untukmu. Tapi kau harus berusaha
memperbaikinya sendiri sebelum sekawanan babi liar menyerbu masuk dan merusak
semua isi ladang.” – Mace (33)
“Kau harus
terbiasa melihat sesuatu tanpa menggunakan mata, Nak, melainkan panca inderamu
yang lain, seperti hidung. Jangan lupa pula gunakan selalu hati dan pikiranmu.”
– Mabel (36)
“Apa yang
tampak baik dalam pandangan, belum tentu benar seperti itu dalam kenyataan. Apa
yang kelihatan tenang, mungkin saja menyimpan riak di dasar yang terdalam. Apa
yang bagus di luar, bisa saja busuk isinya.” – Mabel (37-38)
“Ada begitu
panjang jalan yang harus ditempuh bersama-sama. Sementara itu, ada sebuah
peraturan permainan yang harus dipatuhi pula. Tidak boleh curang. Permainannya harus
dimainkan bersama-sama, terus-menerus dan setiap hari, hingga akhir hayat
nanti. Tidak ada libur. Selain itu, juga harus berusaha mengatasi setiap
masalah yang ada, saling percaya, jujur, saling menghargai dan menghormati. Tidak
boleh ada yang merasa harus menang atau dikalahkan. Juga tidak boleh ada yang
selalu menjadi nomor satu.” {Tentang Pernikahan} – Mabel (48)
“Menangis
hanya membuatku semakin lemah, dan aku tidak mau itu terjadi. Selain itu, aku
juga kasihan dengan Tanah Ibu kalau kita terus-menerus menyiramnya dengan mata
kita. Air jadi asin. Tanaman tidak bisa tumbuh subur. Binatang di hutan
berkurang. Langit pun ikut mendung. Nasib baik tidak akan datang kalau kita
menangis terus.” – Mabel (58)
“Aku punya
pendapat sebenarnya tidak ada anak-anak yang nakal atau jahat. Mereka begitu
karena keadaan. Orang tua yang kurang
perhatian, orang dewasa yang tidak peduli, lingkungan yang tidak bersahabat,
atau gabungan dari semua itu.” – [Pum] (60)
“Kukatakan
anak-anak itu serupa kapas. Mereka akan menyerap apa pun yang ada di
sekelilingnya. Air laut atau air selokan. Putih atau hitam. Baik atau buruk. Aku
pun tak heran tatkala mendengar banyak anak perempuan yang bercita-cita menjadi
pengantin. Sementara anak laki-laki
ingin menjadi yang terhebat. Seorang jagoan. Huh, sungguh pasangan hidup yang
rapuh, menurutku. Serupa manusia dan
sandalnya. Gerobak dan rodanya. Raja dan keset kakinya. Yang senang menindas
dan yang sukarela ditindas. Suami yang jagoan dan istri yang pengabdi. Hah!
Betapa kacaunya dunia jika kebiasaan itu menjadi warisan yang abadi
turun-temurun. Para laki-laki yang senang menunjukkan kehebatan dengan sepak
terjang pukulan dan makian serta perempuan yang pasrah menerima semua itu.”
[Pum] (60-61)
“Ada saatnya
seorang pejuang harus mundur. Tapi bukan mundur untuk menyerah, melainkan
mempersiapkan penggantinya. Aku menaruh harapan besar padanya. Aku tahu dia
mewarisi darahku. Darah pejuang.” – Mabel (62)
“Kuharap ia
tidak seperti kebanyakan perempuan di sini. Merasa rumah tempat yang buruk
sehingga ingin cepat-cepat pergi dengan cara menerima pinangan. Menikah muda.” –
Mabel (63)
“Kalau kau
seorang perempuan yang ingin senantiasa menyenangkan suamimu, lebih baik
tanggalkan dulu perasaanmu dalam lemari dapur. Kecuali kau ingin hatimu
terus-menerus menangis karena perlakuannya yang seolah-olah lupa bahwa kau juga
manusia seperti dirinya.” – Mabel (66)
“ Begitulah
orang yang lemah. Semua yang ada di dirinya bisa dibeli dengan uang. Tidak hanya
badan, tapi juga jiwanya.” – Mabel (90)
“Mana ada
orang kelahiran tanah ini mau begitu saja merelakan gunungnya jadi milik orang
asing? Tidak ada! Tidak diperjualbelikan. Tanah kita keramat, Nak. Tabu.
Diciptakan Yang Kuasa khusus untuk kita, tahukah kau kenapa? Sebab Dia tahu
kita bisa diandalkan untuk menjaganya.” – Mabel (90)
“Kubilang
kepadamu, itulah mengapa nenek moyang kita sejak dulu hidup sederhana. Apa
adanya. Mengambil seperlunya dari alam, dan mengembalikan sisanya lagi pada alam untuk disimpan sebagai
warisan buat anak-cucu. Nak, ada di antara keturunan nenek moyang kita yang
justru memberikan warisan kita kepada orang asing. Tidak hanya itu, dia juga malah
ikut menjadi seperti mereka.” – Mabel (90-91)
“Banyak orang
yang berbicara seperti tatkala mereka kentut. Asal bunyi, sembarangan, dan
pastinya bau. Orang-orang semacam itu, kuyakin, isi hatinya tidak keruan pula
jenis kotoran dalam hatinya… Bau yang berasal dari setiap kalimat omong kosong,
penuh janji, bahkan fitnah yang diucapkan. Bau yang ini lebih menyeramkan
daripada yang bisa kau bayangkan karena efeknya merasuk melalui telinga sampai
ke hati siapa pun yang mendengarkan. Jadilah sakit hati.” – [Pum] (96)
“Anehnya,
orang-orang yang beromongan bau ini makin bertambah banyak dari hari ke hari. Mereka
pun semakin pintar meramu bau busuk omongan mereka sehingga tersamarkan. Tak bisa
dideteksi meski kau berhati-hati menyimak, memikirkan kebenaran setiap kalimat
mereka sebelum menelannya, bahkan meminta ditunjukkan sederet bukti sehubungan
dengan itu. tetap saja, kau masih tertipu. Menyakitkan, bukan? Maka jangan
heran, selain sakit hati, pertumpahan darah pun bisa terjadi gara-gara ini.” – [Pum] (96-97)
“Ia tampak
begitu perkasa sehingga seakan mampu memebelokkan sungai seorang diri.” – [Pum]
(98)
“Sedangkan
perempuan dianggap sebagai mahluk lemah sehingga patut dilindungi dari serangan
musuh, tetapi tidak dari penindasan keluarga sendiri.” – [Pum] (99-100)
“Ia bisa
menjaga sikap sepanjang hari layaknya anak perempuan, tetapi bisa pula
tiba-tiba menyerang siapa pun yang menjahatinya dengan beringas.” – [Pum] (100)
“Semua orang
tentu saja menginginkan kebaikan. Pun, setiap lak-laki sudah pasti akan merasa
terhormat jika bisa memberikan warisan yang membanggakan kepada keturunannya.” –
[Pum] (106)
“Ilmu pengetahuan
itu dipelajari untuk bekal hidup. Tidak perlu kau pelajari ilmu yang tiada guna
karena nantinya justru akan membuatmu menderita. Ya, menderita karena pintar. Karena
tahu terlalu banyak. Mereka akan hidup dalam keputusasaan karena otakmereka
memaksa tubuh dan tenaga mereka untuk bekerja melebihi kemampuan. Melawan kodrat.
Dan ketika mereka tidak mampu menaklukkan keadaan, mereka pun merasa kalah,
lantas kecewa, patah semangat, dan pada akhirnya merasa dirinya paling
menderita di dunia. Jadi syukurilah keadaanmu sekarang ini. Jangan berpikir
yang macam-macam. Jalani saja yang ada di depan mata.” – Nyonya Hermine (123)
“Siapa pun
yang sudah tua pasti gemar bernostalgia dengan kata-kata, seraya mencoba
mencari kehangatan dalam setiap kenangan tentang kebahagiaan dan kejayaannya
pada masa silam.” – [Kwee] (125)
“Ah, air
mata. Sejak kejadian pada hari itu, aku baru menyadari batas antara sedih dan
rasa bersalah sangat tipis. Setipis rinai air mata yang mencadari pandanganmu
selagi kau menangis akrena kedua hal tersebut. Bahkan saking tipisnya, siapa
pun yang menangis lebih karena ia merasa bersalah, memilih mengatakan ia
meneteskan air mata itu karena sedih.” - [Pum] (156)
“Ketahuilah,
Nak. Rasa takut adalah awal dari kebodohan. Dan kebodohan –jangan sekali-kali
engkau memandangnya dengan sebelah mata- mampu
membuat siapapun dilupakan kodratnya sebagai manusia.” – Mama Kori (163)
“Pada akhir
musim hujan yang panjang, tanah memang selalu lebih becek. Tapi kalau kita mau
bekerja lebih keras, pasti akan ada banyak pohon yang bisa ditanam dan dipanen
suatu saat nanti. Aku tidak boleh menyerah begitu saja. Tidak boleh.” – Mabel (164)
“Takdir
adalah peta buta kehidupan yang kau tentukan sendiri arah dan beloknya
berdasarkan tujuan hidupmu. Takdir akan berakhir buruk jika kau tidak
berhati-hati menjaga langkah.” – Mama Kori (170)
“Menunggu
sesuatu yang sangat diharapkan ternyata membuat hari seakan berjalan selambat
siput tua.” – [Leksi] (179)
“Terkadang,
sebuah perang besar diawali suatu kekeliruan kecil… Perang adalah sebuah ego
yang sia-sia.” – [Pum] (192)
“Begitulah
laki-laki. Kekuatan dan kegagahan selalu membuat mereka merasa sebagai
penguasa. Lupa diri sebagai manusia. Tak ingat bahwa sebagian darah yang
ditumpahkan demi kelahirannya, dan keringat yang mengucur saat mengurusnya, adalah
milik perempuan.” – Mabel (194)
“Janji terus,
tapi tidak pernah ditepati. Seperti ludah yang terus bermuncratan dari mulut,
dan langsung dilupa kalau itu ludah milik sendiri begitu meninggalkan bibir.” –
Mabel (215)
“Aku tidak
mau kau jadi perempuan yang pintar, tapi lupa tradisi leluhur.” – Mabel (217)
“Mimpi buruk
adalah ketika kau menemukan dirimu berada di tengah kenyataan yang tidak
menyediakan tempat untukmu bersembunyi dan melarikan diri dari keburukannya.” –
[Kwee] (222)
“Kita harus
tetap kuat… Jangan menyerah. Terus berjuang demi anak-cucu kita. Mereka harus
mendapatkan kehidupan yang lebih baik.” – Mabel (cover belakang)
Keterangan :
- [...] berarti bukan merupakan kalimat langsung
- (...) menunjukkan letak halaman
- Buku ini adalah pengecualian bagi saya yang tidak pernah membahas buku/lagu/film apapun di blog ini.
- Buku bagus-inspiratif ini dipinjamkan oleh Callistasia ! Makasiiiy! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar