CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 20 Mei 2013

Malam Tak Bertuan



Jika bulan bisa berbicara, ia pasti akan menjelaskan apa yang terjadi pada malam itu. Sayang, malam terlalu mengekang sang bulan, hingga setitik sinarnya pun tak tampak diselimuti kegelapan. Hanya malam tak bertuan yang bersaksi, aku tak lagi ingin bersama dengan kekasihku!

"Aku mau kita udahan. Aku lelah dengan sikap kamu. Posesif. Menuhankan pemikiranmu! Mengira kamu yang paling tahu segalanya, bisa memahami aku apa adanya. Aku benci keadaan kita!" hujatku tanpa titik.

"Ada apa dengan kita, Ratna. Aku sayang sama kamu! Kita! Kamu kenapa?"

"Aku benci kamu. Persetan! Aku benci kita.", sentakku ketus.

Galuh berusaha menarik lenganku pun merengkuhku ke dalam dekapannya. Aku memberontak. Aku lelah dengan sikapnya. Mengapa setiap pertengkaran panjang kita ia akan datang memeluk dan melumat habis bibirku, seolah tak pernah terjadi apa-apa?

"Aku ingin gak ada lagi 'kita' ke depannya. Putus! Berikan apa yang aku pinta, luh! Please! I'm begging you!" , rengekku putus asa.

"Aku janji aku akan berubah. Aku bersumpah bakal jadi seperti yang kamu mau. Apapun yang kamu minta, aku janji, selagi aku mampu, pasti aku penuhi! Aku bersumpah sayang. Kamu mau apa?", pintanya setengah mampus.

"Aku sayang luh sama kamu. Tapi itu dulu. Sekarang udah enggak. Aku mau bubar. Putus udahan!"

"Demi Tuhan yang aku sembah, aku akan mengabulkan seluruh keinginanmu, Ratna. Selama aku mampu. Beri tahu aku, apa yang harus aku lakukan untuk bisa menahanmu di sisi, bahkan hanya sebentar saja?"

Bagai kilat di tengah malam, tanpa pertanda yang pernah mengingatkan kehadirannya, aku menatap langit kala itu. Hening.

"Aku cuma mau satu hal, luh. Satu aja."

"Apa sayang? Apa? Apa?", ku lihat wajah Galuh menyiratkan secercah harapan.

"Putusin aku luh."

"Kenapa? Ada apa kah kalau aku boleh tau?", harapan yang tersirat di wajahmu berangsur hilang.

"Aku akan menikah. Bulan depan. Secara siri."

"Siapa yang dengan brengseknya akan merembutmu dari aku, Na? Kurang ajar! Bajingan!"

"Jangan pernah membencinya luh. Demi Tuhan aku bilang jangan pernah membencinya!"

"Kenapa? Siapa? Aku tanya! SIAPA?"

"Aku hamil. Ayah biologis dari janin dalam kandunganku adalah Mario Susilo, ayah kandungmu!"