CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 02 Desember 2013

Sebatas Hubungan Darah


"Mas Bram, aku mau ngijin. Mungkin Kamis ini aku akan ke luar kota." 

"Ngapain?", tanya Mas Bram lembut.

"Ada acara bersama teman-teman mas, acara kampus. Boleh kan?"

"Baiklah, hati-hati di jalan ya sayang. Kabari aku apapun yang terjadi nanti."

Mas Bram turut membantuku mempersiapkan segala sesuatu. Ia sengaja datang ke kostanku yang khusus perempuan dengan meminta ijin secara sopan kepada Emak Badriah, ibu kost. Tentu Emak Badriah mengiyakan. Ia sosok yang hangat, ramah dan beretika.

"Hati-hati disana sayang. Aku mencintaimu.", tak hentinya Mas Bram mengingatkanku.

"Iya Mas. Percayalah padaku.", ucapku sembari mengecup keningnya.

"Aku percaya padamu Jania, jaga dirimu. Dan jangan nakal loh ya. Awas.", godanya.

*Beep beep*

'Janiiiaaa, aku udah di depan rumahmu nih. Ayuk masuk ke mobilku sekarang. Kamu lagi sama siapa sih itu?' sebuah sms masuk.

'Itu kakak kandungku, sayang. Ok, sebentar. Kecupan terakhir untuknya, kemudian aku akan menghampirimu segera.' balasku segera pada sms Kevin sembari menaruh cepat cincin pertunangan dari Mas Bram ke saku jeansku.



Sayang, tepat hari ini juga aku terbangun dengan satu keyakinan penuh di dalam diriku. 
Aku hendak pergi. Meninggalkan segala sesuatu yang pernah kita lalui.
Sayang, satu pemikiran timbul dibenakku kala ku yakini ada mahluk bernama wanita lain yang lebih pantas bersanding bersamamu.
Sayang, jaga dirimu sebaik mungkin. Aku tak ingin engkau terjatuh sakit pun merana. 
Sayang, satu hal yang kupegang teguh, Tuhan telah menyiapkan dia yang  lebih pantas bagimu.
Sayang, bila esok aku berubah pikiran, tolong jangan pernah terimaku lagi di sisi. 



Pict : weheartit.


Kamis, 31 Oktober 2013

Badut Pandu


Namanya Pandu. Tiap hari sosoknya selalu tampak di depan gedung gereja tua berdinding bata merah jaman bangunan Belanda, tersenyum, tanpa pernah mengucapkan sepatah katapun.

Namanya Pandu. Jemaat sekitar biasa menyapanya dengan nama yang sama yang tertera pada papan nama yang tersemat pada kostum putih berpolkadot warna-warni itu.

Namanya Pandu. Di kalangan Jawi (Jawa Kuna/Sunda), Pandu berasal dari Wandu yang artinya bukan laki bukan perempuan, tetapi bukan banci. Tegasnya,sajeroning lanang ana wadon, sajeroning wadon ana lanang, yaitu manusia yang sudah menemukan jodohnya dari dalam dirinya sendiri. Gusti Pangeran dan hambanya sudah bersatu dan selalu berjamaah.

Namanya Pandu. Ia terbiasa menutupi wajah pucat yang memang arti dari namanya dengan riasan tebal dan gincu merah darah di sekeliling bibirnya demi melukiskan wajah riang.

Namanya Pandu. Hidung merah dan rambut palsu keribo penyebab gatal di kulit kepalanya tak mampu menggairahkan hidup kelabu yang selalu menghantui derap langkahnya.

Jika dahulu sang Bunda memintakan nama Pandu kepada Ayahnya hanya karena besarnya harapan kedua orang tua agar kelak ia sama beruntungnya dengan Pandu digambarkan berwajah tampan namun memiliki cacat di bagian leher, sebagai akibat karena ibunya memalingkan muka saat pertama kali menjumpai Byasa, maka kedua orang tuanya itu harus siap menelan pil pahit.

Pandu tak rupawan. Tak mampu memalingkan perhatian padanya dari seorang perempuan. Bagaimana mungkin membawakan kedua orang tuanya yang telah renta seorang anak perawan?

"Heeey! Kamu kenapa berdiri mematung gitu di depan gereja? Hujan. Masuk yuuuk. Oiya, nama kamu siapa?", ajaknya ramah.

Pandu menatap ke si empunya suara. Seorang gadis manis dengan kalung salib melingkari lehernya.

Jika Tuhan memang Esa, maka mengapa diciptakan-Nya beragam agama? Adakah mampu perempuan bersuara renyah ini memberikan hatinya bagi sang badut pucat tak menawan? 

'Bismillahirrahmanirrahim.', bisik sang badut.

"Pandu. Baiklah. Tapi aku gak bawa Alkitab. Boleh ku pinjam punyamu?" 



#Partisisapi di Proyek di Kamar Fiksi !

Selasa, 20 Agustus 2013

Titik


Pada suatu masa aku pernah bertanya pada Bapak. Apa yang manusia-manusia ini cari dalam hidupnya?
Bapak menjawab : "Kebahagiaan."
Kembali aku bertanya : "Akankah aku sama seperti mereka?"
"Hanya dirimu yang akan menjawabnya kelak, nak."

Kehidupan berlalu dan pahit-manis hidup menyapaku. Aku dengan segala pengajaran oleh pengalaman yang katanya guru terbaik yang dunia pernah punya.
Dan pada hari ini aku mulai mencerna makna kata-kata Bapak.
Ke-ba-ha-gi-a-an.

Aku frustrasi, namun sungguh bahagia.
Aku bahagia, meski tengah frustasi.

Adakah kebahagiaan lain di dunia ini yang mampu mengalahkan sebuah sensualitas bercinta dengan sunyi yang sepi?
Aku bahagia. Meski tengah terluka.
Dan aku lebih bahagia lagi, karena mengikuti arus ataupun apatis, aku harus merdeka.
Merdeka untuk memilih jalan hidupku.
Ya, aku bahagia. Meski luka dalamku kini makin menganga.


Hanya ada dua pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka. - Soe Hoek Gie

Minggu, 14 Juli 2013

Cut!


Cahaya mentari mulai mengusik lelapku. Terbangun aku mendapati sebuah genggaman perkasa merengkuhku erat. Dengkuran lembutnya pun menari-nari indah di dalam gendang telingaku. Mas Abi. Pulas ia tertidur di sampingku.

Terbersit ingatan hebat yang bergerombol menghantam kesadaranku. Tamparan keras Bapak menghiasi pipi kiriku. Jeritan terluka memekakkan telinga terlontar dari bibir Ibu kala ia mendapati aku menghiasi kedua wajah mereka dengan coreng hitam bernama aib.

Dua buah garis merah mampu merampas kebahagiaanku seketika.
"Pergi dari rumah ini! Mulai detik ini juga, kamu bukan lagi anak kami. Durhaka! Bikin malu orang tua!", jerit Bapak bagai kesetanan.

Jemari yang dulu mengenggamku menemui Bapak-Ibu memberitahukan tentang janin yang bersemayam di dalam janinku, jemari yang sama pula yang kini melingkari leherku. Aku. Seorang gadis muda yang entah masihkah pantas disebut ranum belia.

Bergerak sosoknya di sampingku. Terbangun.
"Kenapa sayang?", tanyanya lembut.
"Ndak mas. Kamu tumben sudah bangun. Tidur lagi sana."
"Ada apa sayang? Cerita sama aku. Ingat, apapun yang akan terjadi, aku akan bersamamu. Demi buah hati kita.", Tuhan. Terima kasih untuk kehadirannya.
"Mas, terima kasih mau bertanggung jawab." 
Ia tak menjawab, hanya tersenyum. Senyum teduh yang membuatku meyakini bahwa ia tak akan kemana-mana, hanya menetap di hatiku saja.

"Percaya sama Mas-mu. Kita tak akan terpisah. Hingga menua bersama dan kelak salah seorang dari kita berpulang ke surga."
"Aku percaya mas. Semata cinta aku bisa bahagia."

Iya, cinta ini kita yang punya, Mas. Persetan orang di luar sana mau bilang apa.
Kembali aku terjaga di dekap hangat dada bidang Mas Abi.
Tuhan yang menciptakan cinta, Ia juga yang memberi luka. 
Ah tak apa. Selagi kekasihku masih terus bersamaku di sisi. 

Drrrttt...! Dua buah pesan masuk ke ponselku. Getarannya cukup dahsyat untuk membangunkanku.
Pesan pertama : "Sri... Kapan koe bali?"
Pesan kedua : "Sayang. Alhamdulillah. Aku keterima. Inget tes Akpol kemarin kan sayang? :D"

Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhku. Kuletakkan kembali ponsel. Hanya mimpi, puji Tuhan sekedar mimpi. Mimpi buruk.
Ketika hendak ku ambil kembali ponselku, tak sengaja tanganku menjatuhkan sesuatu.

Sebuah benda. Dihiasi oleh dua buah garis merah.


NB : #13HariNgeblogFF #telatbanget :D

Minggu, 23 Juni 2013

Untuk Kamu, Apa Sih yang Enggak Boleh?



Aku mencoba memejamkan mata, namun insomnia tak hentinya menyerangku. Tubuh letih yang butuh istirahat ini pun menyerah pada keadaan. Tak bisa dipaksakan.

Mencari-cari kesibukan, aku berselancar di dunia maya, bermain-main di taman hiburan yang mengatasnamakan dirinya social media. Dimulai dengan membuka twitter, tempat segala macam orang menumpahkan isi hati, pemikiran dan ide-ide yang membanjiri otaknya.

Tak memuaskan, kembali aku mengetikkan sesuatu di ponselku. Alamat blog kekasihku. Ia adalah seorang penyair amatiran yang karyanya mampu membuaiku dalam hangat cumbuan. Kosong. Sudah pasti karena kesibukannya akhir-akhir ini, tak sempat lagi ia membuat postingan baru.

Tak ada pilihan lain. Iseng aku mengetikkan 1 kata di laman pencarian google : facebook. Sengaja ku buat proses ini menjadi lama dan panjang, sekalian membuang waktu. Kumasukkan alamat email dan passwordku.

Sebuah notifikasi membuatku mataku membelalak, semakin menjauhkan angan tidur pulas.

'It's Adimas Rangga Dwiputra's birthday today!' 

Nama itu! Nama seseorang yang pernah begitu melekat dalam ingatanku, tiap susunan abjadnya terhanyut lembut oleh aliran darahku dan berlabuh mulus pada tiap sendi tulangku. Mas Rangga.

Sekelebat kenangan masa lalu menyeruak. Tak mengenakkan.

Kututup segera akun facebookku. Tak kuasa ku bendung lautan air yang mencoba menyeruak keluar dari mataku. Mas Rangga, pernah ada, namun kini hanya tinggal sebuah nama.

Sebuah ketukan halus membuyarkan lamunanku.

"Linda?", sapa sebuah suara.
"Ya?"
"Belum tidur?"
"Mas Rasyid? Mas, kok boleh masuk? Emang gak dimarahin Papa?", kuhamburkan pelukan ke dada bidang kekasihku itu.
"Engga sayang. Masmu ini kan calon menantu idaman ayahmu.", godanya centil.
"Dih! Apa sih mas. Aneh. Ahahaha."
"Eyyy, tadarrrr. Surpriseee! Happy 21th birthday, honey!"

Sebuah kejutan mini. 3 buah cupcakes. Dengan sebuah lilin masing-masing di puncaknya.

"Happy Birthday!" 3 buah cupcakes warna-warni tak lupa lilin manis disodorkan ke hadapanku.
"Aaak! What a gorgeous surprise, mas! Mihihi. So, where's my birthday kisses?", tuntutku pada si mas.
"Here they are for you, the one and only." , ucapnya sembari menghujani pipi, kelopak mata dan bibirku dengan kecupan lembutnya.
"Mas..."
"Apa sayang, my lovely birthday-girl?"
"Sejak kapan kamu jadi lebay gini deh mas. Udahan ah. Aku serius. Sejak kapan kamu mempersiapkan surprise ini?"
"Ehehehe... That's not your business, dear. It's my own secret. Are you happy with that?"
"I am the happiest birthday girl ever in this earth so far!"
"Ahahhaha. And you'll always be. I promise. Untuk kamu, apa sih yang enggak boleh?", lagi-lagi jurus gombal paling memuakkan dihujaninya padaku. Ahahaha. Lelaki ini, milikku satu! Harus! 
"Eiya, ulang tahun kita kan samaan. Ahahaha. We are Gemini. Happy Birthday, too, mas Ranggaku!", kupeperkan mousse dari salah 1 cupcake dihapadanku. Dibalasnya hingga aku tak kuasa menahan tawa anehku. Ahahaha, semesta harus setuju bahwa kami ditakdirkan satu! 

Aku berusaha menguasai diriku, menatap ke tatapan terhangat lelakiku.

"Makasi banyak mas... Peluk aku!", tuntutku lirih pada Rasyid, lelakiku kini.

Selamat ulang tahun mas Rangga. Bahagialah selalu disisi-Nya.


NB : 
inspirasi : #13HariNgeblogFF #telatbanget #cenderungbasi :D
*ehehe, ini judul terpanjang yang pernah saya pake, apadaya emang ditentuinnya begitu :)


Senin, 17 Juni 2013

Penjaja Dara



"Seperti udara, kasih yang engkau berikan...Tak mampu ku membalas...Ibu..."
Di dunia ini, tak ada hal lain yang lebih membahagiakan bagi seorang anak daripada mampu memberikan yang terbaik darinya kepada kedua orangtuanya. Semenjak lahir, aku tak pernah mengenal siapa ayahku. Meninggal di medan perang. Hanya emak satu-satunya sahabat karibku.

Cita-citaku sederhana, menikah dengan pangeran lalu membelikan emak daging ayam.

Aku menatap nanar kepada pemandangan di sekitarku. Ini bukan gayaku pun tempatku yang sesungguhnya. Meski harus kusadari, cinta sejati tak sekedar dari hati, pun harus memberikan pengorbanan yang berarti...

Toko kelontong milik emak makin hari makin sepi. Deretan mini market semarak di sepanjang jalan raya bahkan kini tak luput bertengger di depan gang-gang rumah warga. Himpitan ekonomi makin menyengsarakan dapur rumah tangga keluarga kaum papa.

Tiap malam tanpa pernah disadarinya, aku selalu mendengar namaku dilafalkan dengan mirisnya oleh emak, berharap berkah melimpah turun atas aku anak satu-satunya, tumpuan segala harapannya.

Sekali lagi kuedarkan pandangan ke sekeliling. Kilatan mata bengis menatapku. Miris.

'Ya Tuhan, bayi kecilku ini milik-Mu. Maafkan hamba yang tak mampu membahagiakannya lahir batin.' 
Doa ibu. Selalu begitu. Tak sadarkah ia bahwa ucapannya adalah doa yang akan selalu mengiringi langkah kedua kakiku? Tak pernah bahagia? Demi Tuhan emak aku bahagia, asal kau selalu sehat dan menemaniku setiap waktu.

Kembali aku memusatkan pikiranku ke hamparan pemandangan asing di hadapanku. Wajah-wajah yang tak mengenal lelah mencari nafkah, meski harus melupakan perintah Allah.

Ku langkahkan kaki dengan mantab. Kuketuk pintu yang catnya mulai memudar.

"Siapa?", tanya suara dari dalamnya.

"Saya butuh uang.", jawabku takut-takut.

"Sini, masuk!", perintah suara dari dalam. Berat dan arogan.

Wajah emak kembali terlintas di benak. Sabar mak, kita akan makan ayam rebus besok pagi. Aku janji.

Ku buka pintu neraka itu dengan perlahan. Seorang pria tambun dengan kaus kutang dan celana boxer duduk santai di atas kasur, pemandangan pertama yang kuterima. Wewangian aneh langsung menyeruak kala kepalaku mengintip ke dalamnya.

"Astaga! Masih belia. Aha....masih ranum rupanya. Pintar kali Margaret carikanku 'barang.'", senyum menjijikan tersungging dari balik kumisnya. Botak, gendut dan bagai macan kelaparan yang siap menerkam mangsanya.

"Saya butuh uang. Buat makan emak. Berani bayar berapa?", tegasku.

"Bisa kita nego nanti. Yang penting, kemari. Mendekat sayang."

'Nduk... Harga diri seorang wanita itu ada pada kesuciannya. Jaga baik-baik nak. Demi kebahagianmu lahir-batin kelak.', pesan emak pada suatu malam. Saat aku berbaring di pahanya sembari disisirinya rambut panjangku.

"Beri saya tiga ratus ribu. Emak harus makan enak!", perintahku.

"Jangankan segitu, tiga juta punku kasih! Asal kamu sama aku terus. Bagaimana?", tawar pria  -yang disebut sebagai Om Bambang oleh tante Margaret,adik kandung emak- sembari menciumi leherku.

Bukankah Tuhan mencintai orang-orang yang tulus hati-Nya? Demi emak, sepenuh hati aku menyerahkan harta terbesarku kepada pria yang lebih pantas jadi ayahku. Demi emak, aku melupakan mimpiku kelak bersanding dengan pangeran tampan yang menjadikanku ratu sejagatnya. Demi emak...
Tuhan, jika memberi harus dengan sepenuh hati, tulus dan ikhlas, berlakukah juga kepadaku, sang penjaja dara?

"Iya om.", ucapku.

Quote : "Ibu" - Iwan Fals

Jumat, 14 Juni 2013

Sesosok Bidadari dan Secangkir Kopi


Coffee shop terbiasa memutar lagu Sabrina dan lagu datar lainnya. Ah, aku datang untuk memanjakan diri, bukannya menyakiti telingaku dengan lagu-lagu tolol datar macam itu! Namun coffe shop yang kukunjungi kali ini berbeda. Sebuah lagu anak-anak yang beranjak remaja melintas di telingaku. Dan benar saja, Stardust, nama coffe shop yang ku kunjungi kali ini memutar lagu paling gombal yang lebih melayu dari band-band lokal tak jelas genrenya. Ahahaha sinting!

"Kau bidadari... jatuh dari surga.. di hadapanku. Eaaa.
 Kau bidadari... jatuh dari surga.. pas di hatiku. Eaaa!"

Ah perempuan dewasa mana yang akan tersentuh hatinya dengan lagu menjijikan macam itu. Muak yang ada. 

Aku memalingkan pandangan, menyapu setiap inci ruangan dengan pandangan mataku. Kaca besar yang menghalangi pandanganku ke luar ruangan ini, mencuri perhatianku. Sesosok lelaki muda, usia dua-puluhan melangkah ke coffee shop tempatku bertengger sekarang. Muda, penuh gairah dan sensual. 

Entah karena ketidaksengajaan atau karena kelihaian tangan Tuhan yang memainkan kami sebagai puppetnya, pria muda ini seakan menyadari tatapanku, pun berbalik menatapku lekat. Dan dengan atau tanpa disadarinya, ia berjalan menuju sofa tempatku bersantai.

"Heiii bidadari!", sapanya riang. Aku tertegun, bersemu bukan kepalang. Dengan siapa ia berbicara? Refleks aku melihat ke belakang. Tak ada orang. Akukah itu?

"Hei! Iya kamu! Haaai Bidadari. Kemana saja?", tawanya renyah. Aku terdiam.

"Kamu ngomong sama saya?", tanyaku terbata-bata.

"Iya. Kamu! Bidadari jaman sekarang nongkrongnya di coffee shop toh. Khayangan sepi dong!", candanya jayus.

"Terhenyakku melihat matanya. Teduh menatap diriku.
Tak terasa kita pun berbincang, mencoba saling mengenal..."

Ia masih terus saja bertutur, tentang kehidupannya, tentang mimpi-mimpinya bahkan tentang kehidupan percintaannya. Seperti pernah terasa begitu familiar sosok satu ini, tapi entah dimana.  

"Tergelitik rasa di hatiku, tuk bertemu dengannya lagi.
Kita kan bercanda bercerita, segala impian kita..."

Ia suka membaca novel, pun denganku. Bahkan tanpa sengaja kami berseru bersamaan menyebutkan nama novelis favorit kami. Pun dengan genre. Juga dengan instrumen musik yang terbengkalai bak bangkai, tak pernah tersentuh oleh jemari kami yang lebih sibuk menari di keyboard laptop, menuangkan ide kami ke dalam tulisan.

Ah Tuhan itu apa sih mau-Nya? Kenapa di saat seperti ini! Baiklah, keajaiban Stardust! Tidakkah itu judul yang tepat untuk pertemuan singkat kami dengan segala sensasi kesan dan getaran yang ditimbulkan?

"Hei bidadari! Kok bengong? Diseruput atuh kopinya, dingin nanti.", godanya lagi.

"Ahahaha. Nice to meet you.", tutupku lembut. Aku tak boleh berlama-lama dengannya! Bahaya! Mama bilang : never talk to strangers. Sedangkan dia? Baru sejam bercerita, sudah mampu membuatku tergila-gila bukan kepalang.

"Nice to meet you too, mrs. Angel. It's your own name, isn't it?"

"Yeah, it's me. Well... I have to go." Buru-buru kutegak minumanku yang sudah mendingin.

"Can't wait for the next meet up! Keep my heart save!" gombalnya mengenaskan.

Ya! Ia tampan, mempesona dan demi Tuhan sungguh menggairahkan. Inikah jawaban dari segala doa, penantian dan harapan? Sesosok menawan yang mampu membuat hasrat untuk memilikinya semakin tak tertahankan?

Tuhan, adakah lelaki ini masterpiece-Mu? Sumpah mati aku menyukainya. Sejak pandangan pertama.

Pintu Stardust membuka. Kali ini gemerincing belnya mampu menyadarkanku dari lamunan.

"Maaf sayang aku lama jemputnya. Macet banget tadi. Udah? Mau pulang sekarang?", sosok yang tengah terengah itu menghampiriku, mengusap lembut kepalaku, tak lupa kecupan ringan di kelopak mataku. 

"Namun aku takut, bila nantinya. 
Aku jatuh cinta lagi.
Walau itu indah... Dan ku pun inginkan."

"Hei! Temennya Angel? Gue Gasa.", sapa lembut Gasa ke sosok yang sempat terlupakan keberadaannya. Ia masih disitu, sempat melihat perlakuan lembut kekasihku yang tak mungkin ku lepaskan begitu saja.

"Eh... Hai. Revan. Gue duluan. Bye bidadari...", pamitnya lusuh.

"Bidadari?"

"Dan lagi-lagi ku enggan, kala ingat kekasihku...
Walau bukanlah salahku. Untuk cari yang terbaik!"



*Terinspirasi dari tugas translating si mas.
*Lagu : - Eaaa - Coboy Junior
           - Aku Takut Jatuh Cinta Lagi - Reza Artamevia

Senin, 20 Mei 2013

Malam Tak Bertuan



Jika bulan bisa berbicara, ia pasti akan menjelaskan apa yang terjadi pada malam itu. Sayang, malam terlalu mengekang sang bulan, hingga setitik sinarnya pun tak tampak diselimuti kegelapan. Hanya malam tak bertuan yang bersaksi, aku tak lagi ingin bersama dengan kekasihku!

"Aku mau kita udahan. Aku lelah dengan sikap kamu. Posesif. Menuhankan pemikiranmu! Mengira kamu yang paling tahu segalanya, bisa memahami aku apa adanya. Aku benci keadaan kita!" hujatku tanpa titik.

"Ada apa dengan kita, Ratna. Aku sayang sama kamu! Kita! Kamu kenapa?"

"Aku benci kamu. Persetan! Aku benci kita.", sentakku ketus.

Galuh berusaha menarik lenganku pun merengkuhku ke dalam dekapannya. Aku memberontak. Aku lelah dengan sikapnya. Mengapa setiap pertengkaran panjang kita ia akan datang memeluk dan melumat habis bibirku, seolah tak pernah terjadi apa-apa?

"Aku ingin gak ada lagi 'kita' ke depannya. Putus! Berikan apa yang aku pinta, luh! Please! I'm begging you!" , rengekku putus asa.

"Aku janji aku akan berubah. Aku bersumpah bakal jadi seperti yang kamu mau. Apapun yang kamu minta, aku janji, selagi aku mampu, pasti aku penuhi! Aku bersumpah sayang. Kamu mau apa?", pintanya setengah mampus.

"Aku sayang luh sama kamu. Tapi itu dulu. Sekarang udah enggak. Aku mau bubar. Putus udahan!"

"Demi Tuhan yang aku sembah, aku akan mengabulkan seluruh keinginanmu, Ratna. Selama aku mampu. Beri tahu aku, apa yang harus aku lakukan untuk bisa menahanmu di sisi, bahkan hanya sebentar saja?"

Bagai kilat di tengah malam, tanpa pertanda yang pernah mengingatkan kehadirannya, aku menatap langit kala itu. Hening.

"Aku cuma mau satu hal, luh. Satu aja."

"Apa sayang? Apa? Apa?", ku lihat wajah Galuh menyiratkan secercah harapan.

"Putusin aku luh."

"Kenapa? Ada apa kah kalau aku boleh tau?", harapan yang tersirat di wajahmu berangsur hilang.

"Aku akan menikah. Bulan depan. Secara siri."

"Siapa yang dengan brengseknya akan merembutmu dari aku, Na? Kurang ajar! Bajingan!"

"Jangan pernah membencinya luh. Demi Tuhan aku bilang jangan pernah membencinya!"

"Kenapa? Siapa? Aku tanya! SIAPA?"

"Aku hamil. Ayah biologis dari janin dalam kandunganku adalah Mario Susilo, ayah kandungmu!"


Minggu, 28 April 2013

Ayah dan Anak Perempuannya




Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, atau yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya.. akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya.

Lalu bagaimana dengan Papa? Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?
 

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil.. Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu…
 

Kemudian Mama bilang : “Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya.” Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka….
 

Tapi sadarkah kamu?
 

Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
 

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba. Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang.”
 

Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
 

Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : “Sudah dibilang! Kamu jangan minum air dingin!”.
 

Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.
 

Ketika kamu sudah beranjak remaja…. Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”.
 

Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga..
 

Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu… Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama….
 

Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu? Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia…. :’)
 

Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu..
 

Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?
 

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
 

Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir…Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut- larut… Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .
 

Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang? “Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa.”
 

Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
 

Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata – mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti…
 

Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa.
 

Ketika kamu menjadi gadis dewasa…. dan kamu harus pergi kuliah di kota lain… Papa harus melepasmu di bandara.
 

Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?
 

Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. .
 

Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat.
 

Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
 

Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT…kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.
 

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa.
 

Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
 

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan…
 

Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : “Tidak…. Tidak bisa!”
 

Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu”.
 

Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
 

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
 

Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
 

Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”.
 

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya.
 

Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin..
 

Karena Papa tahu…..
 

Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
 

Dan akhirnya…. Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia….
 

Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis?
 

Papa menangis karena Papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa…. Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: “Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik…. Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik…. Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”
 

Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk…
 

Dengan rambut yang telah dan semakin memutih…. Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya….
 

Papa telah menyelesaikan tugasnya….
 

Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita… Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat… Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…
 

Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. .
 

Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal..
 

Tulisan ini aku dedikasikan kepada teman-teman wanitaku yang cantik, yang kini sudah berubah menjadi wanita dewasa serta ANGGUN, dan juga untuk teman-teman pria ku yang sudah ataupun akan menjadi ayah yang HEBAT !
 

Yups, banyak hal yang mungkin tidak bisa dikatakan Ayah / Bapak / Romo / Papa / Papi kita… tapi setidaknya kini kita mengerti apa yang tersembunyi dibalik hatinya.
 



Sumber : enterkey.



Sabtu, 20 April 2013

Project #Daku


Cinta itu katanya buta. Ah, bodoh yang bilang begitu. Cinta itu indah tanpa perlu menggunakan indera penglihatan, cukup dirasakan dan dipahami. *smirk*

Sama seperti kamu. Indah? Ah, jangan! Kamu kan lelaki. Kamu itu rubah. Iya, binatang rubah. Kamu bisa jadi menyeramkan di satu sisi, tapi sangat melindungi di sisi lain.

Mata
Kamu punya mata yang bisa membuat aku terdiam dengan aku kedipan centil, setelahnya...terpingkal-pingkal menyadari ekspresi tololmu itu.

Telinga
Kamu adalah salah seorang pendengar yang baik bagi bibirku yang tak henti-hentinya bertutur kisah, ya walaupun aku yakin 100% 'Oiya?...Terus? Terus?' mu itu hanya supaya aku bahagia dan tak marah karena merasa dikacangin. :)

Bibir
You are an anti-mainstream boy! Dan kalimat "Kekurangan adalah kelebihan." punya kebanyakan orang itu gak berlaku di kamu. Dengan proposisi bibir yang serba kelebihan itu, Angelina Jolie pun bakal mutar otak berkali-kali biar gak kalah eksotis sama kamu!

Bisep
Bahkan seorang Narcissius akan bertekuk lutut dengan kenarsisanmu yang selalu merasa "Ya gue lah cowok paling eksotis! Coba tanyain deh wc letaknya dimana?" dan sejurus kemudian kamu bakal meragain aksi 'pamer bisep' sembari sok menunjuk suatu arah. Ahahaha!

Dan cuma kamu yang punya keahlian membuat gadis-berusia-20-tahun sepertiku mesem-mesem ala-ala ABG labil. -_-" *ketjup djitak djidatmu*


NB : @wira_panda di Project #DAKU

Minggu, 07 April 2013

Aku & Laut



Jika ada yang bilang sendiri itu bosan, berarti ia tak pernah mencintai dirinya dan ke'aku'annya.

Aku dan lelakiku menyukai kesendirian. Hei, kami adalah dua ke-aku-an yang menjadi satu dan menyatu, meski saling berpijak di dua kapal yang berbeda.

Laut adalah taman bermain tempat kami biasa berkencan. 

Meski kapal kami berbeda, aku terbiasa untuk menggenggam jemarinya dengan jarak yang membentang, yang kira-kira cukup untuk dilalui seekor lumba-lumba cantik.


Hei, aku tidak sedang bergurau. Aku memiliki seorang kekasih yang harus kupantenkan kepemilikan atasnya. :)

Kami memiliki dua nahkoda yang berbeda, yang jelas-jelas selalu saling menjauhkan kapalnya masing-masing.

Sedikit belaian halus di telapak tangan dan kecupan lembut di dahiku adalah hadiah manis yang sering ia titipkan pada burung hantu kikuk peliharaanku. 

Maklum saja, tiap kami hendak saling menggenggam jemari satu sama lain, ada saja tingkah konyol Dewa Neptunus untuk menghalangi keceriaan kami. Belum lagi sang Ratu Pantai Selatan yang tetiba muncul dari belakang, menghancurkan nuansa romantisme yang hampir mempertemukan bibir kedua insan yang sedang dimabuk cinta. Ah laut!



Laut mengajarkanku banyak hal. Tentang ketenangan paling damai yang bisa manusia cicipi, tentang romantisme yang tak mengenal waktu dan tentang keheningan di tengah gemuruh badai.
 Juga tentang keindahan yang perawan dan sungguh senantiasa menawan.

Namun dari semua hal yang laut berikan, ada satu pelajaran berharga yang paling terngiang di benakku, yaitu ketika 'menyendiri tak berarti sendiri'. Aku banyak melihat para mahluk laut yang beriringan, berpasang-pasangan, juga langit dan ujung laut yang selalu terlihat menyatu kala matahari bersembunyi ke dasar laut, ataupun angin yang selalu bercinta dengan layar kapal.


Mereka semua adalah mahluk yang tercipta sendiri. Terkadang saling menyendiri. Adakalanya kapalku terasa tenang nan statis, meski sebetulnya ia bergerak dengan tempo yang lambat.

Atau ketika seekor paus harus terdampar ke bibir pantai, sendiri dan sepi. Ah, betapa malang nasibmu, kawan.

Pun aku dan kekasihku. Laut kerap kali memisahkan kami. Namun begitu, genggaman tangan kami masih menyatu.

Terkadang, kami harus berdiri sendiri, tapi angin masih berpihak pada kami, memaksa kapal kami beriringan, menimbulkan sedikit pertengkaran sengit di antara nahkoda kami dan membiarkan kedua bibir kami saling terpaut kembali, mengunci lidah-lidah kami menjadi satu.


Lopinta Rumengan
Sabtu, 6 April 2013
Foodcourt Plangi, 2:39pm

Selasa, 05 Maret 2013

Bangunkan Aku Pukul 7



Cinta itu adalah sebuah kata yang sangat menyulitkan kinerja para ahli sastra. Haruskah cinta dianggap sebagai kata kerja ketika mengenal istilah 'cinta yang tak terbatas'? Adakah kata kerja tanpa melakukan suatu apapun? Bagaimana dengan mereka yang memerkosanya menjadi kata sifat? Adakah layak 'cinta' itu disandingkan dengan jejeran kata 'malas', 'lelah' dan 'buruk'? Tapi bukankah adalah dosa besar ketika ada yang memperlakukan cinta selayaknya benda? Tidakkah cinta lebih agung daripada semua itu?

Luka terus saja menggerus batinku. Bulir-bulir pedih yang berhulu dari kedua bola mataku tak hentinya mengaliri wajahku. Pedih. Perih. Lelaki yang pernah dengan lantang mengikrarkan janji menghabiskan sisa hidupnya denganku, kini pergi tanpa pernah kembali dan menengok kepadaku lagi.

"Kamu ini kenapa toh nduk?", tanya Ibu lembut sembari mengusap halus rambut legamku.

"Perih, mak." Linangan air mataku bercucuran tanpa daya.

"Iya, tapi kenapa? Mbok yo cerita sini sama Ibu." Tak lelah jemari ibu mengelus tubuhku, usapan yang tak berbeda dengan yang ku dapatkan kala masih bayi dahulu.

"Bu, ibu pernah sakit hati?"

"Kamu ini mimpi atau mabuk toh nduk? Ingat bagaimana kita hanya hidup berdua dengan keadaan Bapakmu yang telah menghilang tanpa jejak?"

"Iya sih bu. Ibu sanggup?" Air mata tumpah tak terbendung. Mengapa lelakiku pergi tanpa kembali?

"Nduk... Kita ini kaum perempuan. Kaum yang kerap kali dianggap rendah, lemah dan hanya mengenal 'tabah dan pasrah'. Anggapan mereka tentang kaum kita itu salah, nak. Kita ini hanya berserah, bukan menyerah."

"Memang apa bedanya bu antara menyerah dan pasrah? Bukankah keduanya memiliki makna yang sama? Adakah berguna membicarakan tentang itu di sela-sela patah hatiku bu? Aku tak kuasa menanggungnya, bu."

"Menyerah itu berarti putus asa, nak. Berserah itu selalu berjuang dengan gigih dan meletakkan serta menyerahkan seluruhnya ke dalam tangan Tuhan. Biar kehendak-Nyalah yang jadi atas kita. Jadilah kuat nak, karena kita ini perempuan."

"Tapi bu...". Kuusapkan wajahku yang berlumuran air mata ke kain yang ibu lilitkan di pinggangnya.

"Ingatkah kamu bahwa salah satu tulang rusuk Adam diletakkan Tuhan pada Hawa? Ini berarti kita adalah bagian dari lelaki. Kekuatan laki-laki, kekuatan kita juga, nak."

"Bu, bangunkan aku besok pukul 7 pagi ya. Aku akan kembali menata dan melanjutkan hidupku yang tercerai berai oleh luka dan air mata. Aku ingin menjadi seperti ibu. Aku ingin gigih seperti ayah. Namun, biarkan malam ini aku habiskan dengan memeras air mataku sampai puas kemudian pulas."

"Tidurlah nak. Mimpilah dalam tidurmu. Nikmati dukamu. Roda kehidupan terus berputar. Jemari Tuhan asik memainkannya. Percayalah ketika kau terlelap pada malam buta, kau akan terbangun di pagi penuh ceria. Selamat malam hartaku yang paling berharga." Kecup bibir ibu penuh kehangatan di keningku.


 NB : #13HariNgeblogFF @momo_DM @wangiMS

Sabtu, 19 Januari 2013

Cintaku Mentok di Kamu



“Kamu tahu makna cinta mati, sayang?”, tanya Bono sambil mengelus dagu serta pipiku.

“Hentikan! Kau sinting! Gila!”, histerisku.

“Akankah lelaki yang ada di hadapanmu ini mencintaimu sampai mati?”, tanyanya gendheng. Bono termenung sebentar lalu kemudian mengelus parangnya. “Cinta mati itu bohong! Lihat, maukah lelaki ini mati demi menjaga nyawamu, cintaku?”

“Lo bikin muak tau gak! Menjijikkan. Najis!” kuludahi wajah Bono saat ini berusaha mendekatkan bibir brengseknya ke ubun-ubunku.

“Dududu… Lanaku sayang. Kenapa meludah? Kamu haus?”, ujarnya seraya mengelus kedua telapak tanganku yang diikatkannya ke kursi. Menurut analisaku, sudah tiga hari aku disekapnya di ruang bedebu menyeramkan ini.

“Lepasin! Najis lo!”, muakku.

Cinta sejati bukanlah cinta yang harus mati. Cinta sejati adalah cinta yang rela memberi walau hidup dan kenyataan dirasanya sungguh perih.

“Aku sayang sama kamu, Lena. Apa sih hebatnya Mas Ranomu ini? Mobil mewah? Bah, kau pikir aku tak bisa bahagiakan kau dengan harta?”, aku tak menjawab.

“Lihat! Coba saja telanjangi hartanya dan dia tak akan pernah mampu menaikkan kembali dagunya. Laki-laki yang hanya punya harta? Kembalilah padaku, Lena.” Aku sama sekali tak menjawabnya. Diam seribu bahasa terkadang lebih menyakitkan daripada jutaan kata-kata yang menyayat. Dan diam tak selamanya bentuk persetujuan.

“Kita lihat seberapa kuat lelakimu ini Lena.”, secepat hembusan angin parang Bono menghujam jantung Mas Rano.

“Tolooooool! Sintiiiing! Brengsek!”, makiku tak keruan. “Lo! Bangsat! Apa mau lo? Hah?”, histeria tak mampu kukendalikan. Lelaki yang telah menyematkan cincin pertunangan di jari manisku harus meregang nyawa di depan mataku sendiri.

“Aku cinta sama kamu, na. Aku cinta. Reno ini curut murahan. Bukan tandinganku. Banggalah kau bersamaku!”

“Bangsaaaaaattt!” Aku terkesiap. Kurasakan kulit pipiku robek. Baru saja Bono sabetkan ujung parangnya di pipiku. Bau darah segar menjalari hidungku.

“Ya ampun! Bono! Bono gak sengaja, na. Maaf.”, muka beringas culasnya mendadak bagai Helo Kitty manja tanpa dosa.

“Lo beneran gila, no! Psycho! Sinting!!! Brengsek! Mantan bangsat. Bajingan!”, isakku histeris.

Pssst… Diam sayang. Ini karena Bono sayang Lena. Lena mau kan balikan sama Bono?”, ujarnya manis. Rasa bersalah sama sekali malu menghampiri ekspresi wajahnya.

“Cintanya Bono Cuma mentok di kamu, na. Balikan yah. Yah. Nang-ning. Ning-nang-ning-nung.”, senandung Bono bagai sinden. Aku hanya pasrah. Bono pun semakin beringas menempelkan bibirnya pada pipiku. Persis seperti bocah yang baru saja mendapatkan permen kesukaannya.

“Lepaskan aku, no!”

“Tapi janji dulu kita balikan!”

“Iya.” , pasrahku. Sebuah lilitan menyakitkan baru saja terasa melonggar di pipiku kala kurasakan sakit amat luar biasa di dada.

“Dada yang bagus. Ini punya Bono. Bono mau ukir nama Bono disini ya.”. Makin perih kurasakan ketika tangan Bono mulai menembus kulitku, meraba setiap organ tubuhku. Aku kedinginan. Ku dengar suara sirine mendekat. Terlambat.

“Bono, terima kasih.”

“Iya sayang. Bono juga mau berterima kasih. Sekarang kamu jadi milik Bono. Cinta Bono mentok di Lana. Cinta Lana juga bakal Cuma mentok di Bono. Itu ikrar Bono! Dan sekarang, Lana cuma punya Bono yang tersisa untuk dicintai kan? Disini udah gak ada siapa-siapa yang bisa Lana cintai. Iya kan? Mentok sayang. Buntu.” Sesudahnya Bono mengecup keningku dan semua terasa gelap. 

Mas Reno, buntukah jalan di depan sana? Tunggu aku, mas. Aku ikut denganmu. Meski buntu perjalanan yang kita lalui, akan tetap kutempuh asal itu kujalani denganmu, mas.


 NB : #13HariNgeblogFF @momo_DM @wangiMS

Bales Kangenku, Dong!


Rindu dapat mendera di mana saja dan kapan saja. Mas Arnold, seorang pria tampan, pengusaha muda sukses dengan rahang eksotis dan wangi parfum yang menyegarkan. Mas Damar, seorang pria Jawa tulen dengan logat medok yang tak kuasa disembunyikannya, terasa sangat serasi dengan wajah innocent yang melekat padanya.

Sudah sekitar dua jam aku berdiri di Halte Kuningan ini. Tubuhku sudah terlalu letih untuk duduk dan menunggu lebih lama lagi. Aku tak tahan lagi. Lelah dalam penantian. Sebuah pesan ku kirimkan pada keduanya.
'Mas, dimana? Saya menunggu dari tadi, kok tidak ada kabar.' 

Aku kira ponselku bermasalah. Maka kukirimkan lagi pesan yang sama berulang kali ke kedua nomor yang berbeda tersebut. Masih belum juga ada balasan. Andai mereka tahu apa makna rindu dan bagaimana menyiksanya kata 'butuh' di saat momen yang menuntut adanya kejelasan.

Tiga jam sudah berlalu dan aku masih saja duduk di halte bus ini menantikan dua mahluk berjakun itu. Tetiba sebuah suara menyapa. "Sama saya saja sini!" Aku menghampirinya dan berbicara melalu jendela mobilnya.

"Berani bayar saya berapa?", tantangku sopan.

"Saya sedang butuh! Sudah, berapapun kamu butuh, saya beri! Cepat. Jangan buang waktu saya untuk menunggu!", sentaknya pelan. Ah, mengapa lelaki ini tak selembut mas Arnold atau bersikap manis sesuci mas Damar. Rinduku beranak pinak pada kedua lelaki ini kala hasratku mengalahkan keinginan untuk menanti balasan pesan dari mas Arnold dan Damar.

'Mas Arnold. Maaf. Saya sudah hubungi mas, tapi tak ada balasan. Mas Damar juga sudah saya sms, tapi mungkin sedang menyetir, ya mas? Saya dipakai oleh orang lain dulu ya. Maaf, saya terlalu lama menunggu kalian. Hasrat saya sudah menjerit pilu!'. Send to 2 numbers.

"Mbak, saya perlu ke kantor sekarang loh ya! Kalau masih mau drama-queen sok lambat masuk mobil, saya cari joki lain saja lah! Kenapa? Sudah di-booking orang duluan? Ya sudah, rejeki mbak buat orang lain saja."

"Eh...enggak mas. Saya ikut! Lapar. Lagian langganan saya juga gak bales kerinduan saya akan rejeki dari tadahan tangan mereka.", tersipuku malu-malu pada langganan baruku. Alhamdulillah.


 NB : #13HariNgeblogFF @momo_DM @wangiMS