CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 23 Juni 2013

Untuk Kamu, Apa Sih yang Enggak Boleh?



Aku mencoba memejamkan mata, namun insomnia tak hentinya menyerangku. Tubuh letih yang butuh istirahat ini pun menyerah pada keadaan. Tak bisa dipaksakan.

Mencari-cari kesibukan, aku berselancar di dunia maya, bermain-main di taman hiburan yang mengatasnamakan dirinya social media. Dimulai dengan membuka twitter, tempat segala macam orang menumpahkan isi hati, pemikiran dan ide-ide yang membanjiri otaknya.

Tak memuaskan, kembali aku mengetikkan sesuatu di ponselku. Alamat blog kekasihku. Ia adalah seorang penyair amatiran yang karyanya mampu membuaiku dalam hangat cumbuan. Kosong. Sudah pasti karena kesibukannya akhir-akhir ini, tak sempat lagi ia membuat postingan baru.

Tak ada pilihan lain. Iseng aku mengetikkan 1 kata di laman pencarian google : facebook. Sengaja ku buat proses ini menjadi lama dan panjang, sekalian membuang waktu. Kumasukkan alamat email dan passwordku.

Sebuah notifikasi membuatku mataku membelalak, semakin menjauhkan angan tidur pulas.

'It's Adimas Rangga Dwiputra's birthday today!' 

Nama itu! Nama seseorang yang pernah begitu melekat dalam ingatanku, tiap susunan abjadnya terhanyut lembut oleh aliran darahku dan berlabuh mulus pada tiap sendi tulangku. Mas Rangga.

Sekelebat kenangan masa lalu menyeruak. Tak mengenakkan.

Kututup segera akun facebookku. Tak kuasa ku bendung lautan air yang mencoba menyeruak keluar dari mataku. Mas Rangga, pernah ada, namun kini hanya tinggal sebuah nama.

Sebuah ketukan halus membuyarkan lamunanku.

"Linda?", sapa sebuah suara.
"Ya?"
"Belum tidur?"
"Mas Rasyid? Mas, kok boleh masuk? Emang gak dimarahin Papa?", kuhamburkan pelukan ke dada bidang kekasihku itu.
"Engga sayang. Masmu ini kan calon menantu idaman ayahmu.", godanya centil.
"Dih! Apa sih mas. Aneh. Ahahaha."
"Eyyy, tadarrrr. Surpriseee! Happy 21th birthday, honey!"

Sebuah kejutan mini. 3 buah cupcakes. Dengan sebuah lilin masing-masing di puncaknya.

"Happy Birthday!" 3 buah cupcakes warna-warni tak lupa lilin manis disodorkan ke hadapanku.
"Aaak! What a gorgeous surprise, mas! Mihihi. So, where's my birthday kisses?", tuntutku pada si mas.
"Here they are for you, the one and only." , ucapnya sembari menghujani pipi, kelopak mata dan bibirku dengan kecupan lembutnya.
"Mas..."
"Apa sayang, my lovely birthday-girl?"
"Sejak kapan kamu jadi lebay gini deh mas. Udahan ah. Aku serius. Sejak kapan kamu mempersiapkan surprise ini?"
"Ehehehe... That's not your business, dear. It's my own secret. Are you happy with that?"
"I am the happiest birthday girl ever in this earth so far!"
"Ahahhaha. And you'll always be. I promise. Untuk kamu, apa sih yang enggak boleh?", lagi-lagi jurus gombal paling memuakkan dihujaninya padaku. Ahahaha. Lelaki ini, milikku satu! Harus! 
"Eiya, ulang tahun kita kan samaan. Ahahaha. We are Gemini. Happy Birthday, too, mas Ranggaku!", kupeperkan mousse dari salah 1 cupcake dihapadanku. Dibalasnya hingga aku tak kuasa menahan tawa anehku. Ahahaha, semesta harus setuju bahwa kami ditakdirkan satu! 

Aku berusaha menguasai diriku, menatap ke tatapan terhangat lelakiku.

"Makasi banyak mas... Peluk aku!", tuntutku lirih pada Rasyid, lelakiku kini.

Selamat ulang tahun mas Rangga. Bahagialah selalu disisi-Nya.


NB : 
inspirasi : #13HariNgeblogFF #telatbanget #cenderungbasi :D
*ehehe, ini judul terpanjang yang pernah saya pake, apadaya emang ditentuinnya begitu :)


Senin, 17 Juni 2013

Penjaja Dara



"Seperti udara, kasih yang engkau berikan...Tak mampu ku membalas...Ibu..."
Di dunia ini, tak ada hal lain yang lebih membahagiakan bagi seorang anak daripada mampu memberikan yang terbaik darinya kepada kedua orangtuanya. Semenjak lahir, aku tak pernah mengenal siapa ayahku. Meninggal di medan perang. Hanya emak satu-satunya sahabat karibku.

Cita-citaku sederhana, menikah dengan pangeran lalu membelikan emak daging ayam.

Aku menatap nanar kepada pemandangan di sekitarku. Ini bukan gayaku pun tempatku yang sesungguhnya. Meski harus kusadari, cinta sejati tak sekedar dari hati, pun harus memberikan pengorbanan yang berarti...

Toko kelontong milik emak makin hari makin sepi. Deretan mini market semarak di sepanjang jalan raya bahkan kini tak luput bertengger di depan gang-gang rumah warga. Himpitan ekonomi makin menyengsarakan dapur rumah tangga keluarga kaum papa.

Tiap malam tanpa pernah disadarinya, aku selalu mendengar namaku dilafalkan dengan mirisnya oleh emak, berharap berkah melimpah turun atas aku anak satu-satunya, tumpuan segala harapannya.

Sekali lagi kuedarkan pandangan ke sekeliling. Kilatan mata bengis menatapku. Miris.

'Ya Tuhan, bayi kecilku ini milik-Mu. Maafkan hamba yang tak mampu membahagiakannya lahir batin.' 
Doa ibu. Selalu begitu. Tak sadarkah ia bahwa ucapannya adalah doa yang akan selalu mengiringi langkah kedua kakiku? Tak pernah bahagia? Demi Tuhan emak aku bahagia, asal kau selalu sehat dan menemaniku setiap waktu.

Kembali aku memusatkan pikiranku ke hamparan pemandangan asing di hadapanku. Wajah-wajah yang tak mengenal lelah mencari nafkah, meski harus melupakan perintah Allah.

Ku langkahkan kaki dengan mantab. Kuketuk pintu yang catnya mulai memudar.

"Siapa?", tanya suara dari dalamnya.

"Saya butuh uang.", jawabku takut-takut.

"Sini, masuk!", perintah suara dari dalam. Berat dan arogan.

Wajah emak kembali terlintas di benak. Sabar mak, kita akan makan ayam rebus besok pagi. Aku janji.

Ku buka pintu neraka itu dengan perlahan. Seorang pria tambun dengan kaus kutang dan celana boxer duduk santai di atas kasur, pemandangan pertama yang kuterima. Wewangian aneh langsung menyeruak kala kepalaku mengintip ke dalamnya.

"Astaga! Masih belia. Aha....masih ranum rupanya. Pintar kali Margaret carikanku 'barang.'", senyum menjijikan tersungging dari balik kumisnya. Botak, gendut dan bagai macan kelaparan yang siap menerkam mangsanya.

"Saya butuh uang. Buat makan emak. Berani bayar berapa?", tegasku.

"Bisa kita nego nanti. Yang penting, kemari. Mendekat sayang."

'Nduk... Harga diri seorang wanita itu ada pada kesuciannya. Jaga baik-baik nak. Demi kebahagianmu lahir-batin kelak.', pesan emak pada suatu malam. Saat aku berbaring di pahanya sembari disisirinya rambut panjangku.

"Beri saya tiga ratus ribu. Emak harus makan enak!", perintahku.

"Jangankan segitu, tiga juta punku kasih! Asal kamu sama aku terus. Bagaimana?", tawar pria  -yang disebut sebagai Om Bambang oleh tante Margaret,adik kandung emak- sembari menciumi leherku.

Bukankah Tuhan mencintai orang-orang yang tulus hati-Nya? Demi emak, sepenuh hati aku menyerahkan harta terbesarku kepada pria yang lebih pantas jadi ayahku. Demi emak, aku melupakan mimpiku kelak bersanding dengan pangeran tampan yang menjadikanku ratu sejagatnya. Demi emak...
Tuhan, jika memberi harus dengan sepenuh hati, tulus dan ikhlas, berlakukah juga kepadaku, sang penjaja dara?

"Iya om.", ucapku.

Quote : "Ibu" - Iwan Fals

Jumat, 14 Juni 2013

Sesosok Bidadari dan Secangkir Kopi


Coffee shop terbiasa memutar lagu Sabrina dan lagu datar lainnya. Ah, aku datang untuk memanjakan diri, bukannya menyakiti telingaku dengan lagu-lagu tolol datar macam itu! Namun coffe shop yang kukunjungi kali ini berbeda. Sebuah lagu anak-anak yang beranjak remaja melintas di telingaku. Dan benar saja, Stardust, nama coffe shop yang ku kunjungi kali ini memutar lagu paling gombal yang lebih melayu dari band-band lokal tak jelas genrenya. Ahahaha sinting!

"Kau bidadari... jatuh dari surga.. di hadapanku. Eaaa.
 Kau bidadari... jatuh dari surga.. pas di hatiku. Eaaa!"

Ah perempuan dewasa mana yang akan tersentuh hatinya dengan lagu menjijikan macam itu. Muak yang ada. 

Aku memalingkan pandangan, menyapu setiap inci ruangan dengan pandangan mataku. Kaca besar yang menghalangi pandanganku ke luar ruangan ini, mencuri perhatianku. Sesosok lelaki muda, usia dua-puluhan melangkah ke coffee shop tempatku bertengger sekarang. Muda, penuh gairah dan sensual. 

Entah karena ketidaksengajaan atau karena kelihaian tangan Tuhan yang memainkan kami sebagai puppetnya, pria muda ini seakan menyadari tatapanku, pun berbalik menatapku lekat. Dan dengan atau tanpa disadarinya, ia berjalan menuju sofa tempatku bersantai.

"Heiii bidadari!", sapanya riang. Aku tertegun, bersemu bukan kepalang. Dengan siapa ia berbicara? Refleks aku melihat ke belakang. Tak ada orang. Akukah itu?

"Hei! Iya kamu! Haaai Bidadari. Kemana saja?", tawanya renyah. Aku terdiam.

"Kamu ngomong sama saya?", tanyaku terbata-bata.

"Iya. Kamu! Bidadari jaman sekarang nongkrongnya di coffee shop toh. Khayangan sepi dong!", candanya jayus.

"Terhenyakku melihat matanya. Teduh menatap diriku.
Tak terasa kita pun berbincang, mencoba saling mengenal..."

Ia masih terus saja bertutur, tentang kehidupannya, tentang mimpi-mimpinya bahkan tentang kehidupan percintaannya. Seperti pernah terasa begitu familiar sosok satu ini, tapi entah dimana.  

"Tergelitik rasa di hatiku, tuk bertemu dengannya lagi.
Kita kan bercanda bercerita, segala impian kita..."

Ia suka membaca novel, pun denganku. Bahkan tanpa sengaja kami berseru bersamaan menyebutkan nama novelis favorit kami. Pun dengan genre. Juga dengan instrumen musik yang terbengkalai bak bangkai, tak pernah tersentuh oleh jemari kami yang lebih sibuk menari di keyboard laptop, menuangkan ide kami ke dalam tulisan.

Ah Tuhan itu apa sih mau-Nya? Kenapa di saat seperti ini! Baiklah, keajaiban Stardust! Tidakkah itu judul yang tepat untuk pertemuan singkat kami dengan segala sensasi kesan dan getaran yang ditimbulkan?

"Hei bidadari! Kok bengong? Diseruput atuh kopinya, dingin nanti.", godanya lagi.

"Ahahaha. Nice to meet you.", tutupku lembut. Aku tak boleh berlama-lama dengannya! Bahaya! Mama bilang : never talk to strangers. Sedangkan dia? Baru sejam bercerita, sudah mampu membuatku tergila-gila bukan kepalang.

"Nice to meet you too, mrs. Angel. It's your own name, isn't it?"

"Yeah, it's me. Well... I have to go." Buru-buru kutegak minumanku yang sudah mendingin.

"Can't wait for the next meet up! Keep my heart save!" gombalnya mengenaskan.

Ya! Ia tampan, mempesona dan demi Tuhan sungguh menggairahkan. Inikah jawaban dari segala doa, penantian dan harapan? Sesosok menawan yang mampu membuat hasrat untuk memilikinya semakin tak tertahankan?

Tuhan, adakah lelaki ini masterpiece-Mu? Sumpah mati aku menyukainya. Sejak pandangan pertama.

Pintu Stardust membuka. Kali ini gemerincing belnya mampu menyadarkanku dari lamunan.

"Maaf sayang aku lama jemputnya. Macet banget tadi. Udah? Mau pulang sekarang?", sosok yang tengah terengah itu menghampiriku, mengusap lembut kepalaku, tak lupa kecupan ringan di kelopak mataku. 

"Namun aku takut, bila nantinya. 
Aku jatuh cinta lagi.
Walau itu indah... Dan ku pun inginkan."

"Hei! Temennya Angel? Gue Gasa.", sapa lembut Gasa ke sosok yang sempat terlupakan keberadaannya. Ia masih disitu, sempat melihat perlakuan lembut kekasihku yang tak mungkin ku lepaskan begitu saja.

"Eh... Hai. Revan. Gue duluan. Bye bidadari...", pamitnya lusuh.

"Bidadari?"

"Dan lagi-lagi ku enggan, kala ingat kekasihku...
Walau bukanlah salahku. Untuk cari yang terbaik!"



*Terinspirasi dari tugas translating si mas.
*Lagu : - Eaaa - Coboy Junior
           - Aku Takut Jatuh Cinta Lagi - Reza Artamevia