CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 07 September 2016

Penggemar Tanda Koma



Jika hidup adalah sebuah perjalanan, maka ada kalanya aku merasa rindu akan rumah.
Dan sekedip mata, aku dapat kembali merasakan rumah.
Tempat dimana seharusnya aku berada.
Bukan hilang dan melangkah tanpa arah.

Aku terus menulis. Untuk menghapus semua luka lama.
Aku rasa, dengan tangis tak akan cukup.
Tapi ternyata aku salah.
Tangis pun tak sanggup melumpuhkan ingatanku tentangnya.

Sampai pada satu titik aku menyadari...

Katanya, menulis itu ibarat berenang. Sehingga, semakin dalam dunia tulis-menulis itu diselaminya, maka akan semakin terasah kemampuan menulisnya. Nah, masalahnya, tiap penulis pasti pernah mengalami kebuntuan.

Ibaratnya, bahan beritanya udah ada. Faktual, banget. Aktual, ya pastinya. Dan kalau dibilang penting atau menarik, ya relatif juga sih ya.

Cuma intinya, tiap penulis pasti pernah menemukan titik hampa. Bukan, bukan jenis yang galau apalah. Tapi hampa, bingung mulai nulis darimana. Padahal, bahannya udah di depan mata.

Nah, untuk menangkis pernyataan itu, maka seorang Dan Poynter pernah berkata "If you wait inspiration to write, you're not a writer. You're a waiter."

Menulis itu adalah menjawab kegelisahan. Jadi, apapun yang kita tulis,harus penting buat diri kita sendiri dulu, baru orang lain. Karena ada kesakitan yang sembuh ketika kamu menulis.

Bahkan seorang Leila S Chudori : "Apakah kita harus mengambil jeda dalam perjalanan yang masih panjang ini? Saat menulis aku tak suka titik. Aku gemar tanda koma. Tolong jangan perintahkan aku untuk berhenti dan tenggelam dalam stagnansi. Jangan.

Ah entah ini tulisan apa. Sesuai judulnya, ini memang sebuah tulisan yang tidak untuk dibaca. Hanya sekedar pelampiasan sang penulis. :D