CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 07 September 2012

Kembali Membumi



"Aku pasti 'kan kembali pada dirimu.
....
Aku pasti kembali!"


Ini adalah kisahku. Kisah seorang gadis yang sedang menantikan kekasihnya, seorang prajurit muda.

"Halo. Bisa bicara dengan Ami?"
"Bumi? Alvaro Bumi Saputra! Ya Tuhan... Benarkah ini kamu?", ucapku sambil mengusap air mata haru yang menetes dengan sesukanya.
"Hai sayang! Apa kabar?"
"Baik mi. Kamu sendiri gimana disana? Kapan pulang?"
"Sebentar lagi sayang. Tugas dinasku akan berakhir seminggu lagi."
"Benarkah? Jam berapa aku harus jemput kamu di bandara?"
"Ahaha pacarku ini semangat sekali."
"Iya mi, aku merindukanmu dengan sangat soalnya!"
"Iya aku sayang kamu juga."
"Heiii... kok gak nyambung? Ahahaha!"
"Eh sayang udah dulu ya, aku pasti kembali kok. Kamu jangan nakal. Awas centil-centil. Waktu rehatku sudah mau habis soalnya."
"Janji big boss! Daaa sayang, sampai ketemu."
"Aku mau calon istri yang utuh ya! I love you."
"Ahahaha! Love you too. Miss you more!"

Sebentar lagi lelakiku akan pulang. Aku harus mempersiapkannya dengan matang. Ah! Bagaimana dia sekarang? Kurus, kucel namun gagah kah?

Dia berjanji akan kembali. Ya, dia pasti kembali. Memelukku erat dan melingkarkan lengannya di leherku, menciumku dengan hangat dan membuat iri seluruh pasangan di muka bumi. Ya Tuhan... Aku tak sabar akan datangnya hari itu.

-16 Juli 2009-

"Halo sayang!
"Bumi! Udah dimana?"
"Pesawatnya lagi transit nih."
"Oh, berarti kira-kira tiga jam lagi kamu tiba ya."
"Iya kalo gak ngaret ya. Eh udah sejauh mana persiapan mau jemput akunya?"
"Dih pede banget sih kamu?"
"Ahahaha jangan-jangan aku baru turun pesawat udah ada kamu yang kalungin bunga ya?"
"Hastagaga... Pedenya anak ini!"
"Aku mau kamu yang jemput ya."
"Lah, kan memang aku yang jemput? Gimana sih kamu?"
"Aku sayang kamu juga."
"Bumiii!!! Kamu kenapa jadi aneh begini sih?"
"Kelamaan di medan perang sayang. Berjarak ribuan mil darimu membuat aku semakin kehilangan akal sehat. Ehehehe maaf ya."
"Prajurit mbok yo gagah dikit toh mas'e!"
"Ahahaha di mata kamu juga sudah pasti hanya aku yang tergagah. Pokoknya aku sayang sama kamu, apapun yang terjadi, kamu harus ingat itu!"
"Gak mau!", candaku menggodamu.
"Pokoknya aku sayang kamu. Titik. Aku mau kamu jadi wanita yang tangguh, sabar dan tegar untukku!"

Aku hanya tersenyum mendengar celotehanmu. Makin tak sabar rasanya menjemputmu di bandara. Berlari aku mengambil kunci mobil dengan masih menempelkan handphone di telinga. Hari ini, lelakiku yang bertugas menjaga perdamaian di suatu kawasan perang akan pulang. Aku janji kepada kedua orangtuanya bahwa aku yang akan mengantarkannya ke rumah mereka. Aku meminta ijin pada ayahnya untuk menjadi orang pertama yang menyambut kepulangannya.

Tiga jam aku duduk dengan sabar menanti lelakiku di bandara. Telingaku yang tersumpel earphone dan bibir komat-kamit tanpa suara mengikuti alunan lagu dari iPodku menjadi objek pemandangan tersendiri bagi bapak tua disampingku.

"Nunggu anaknya ya pak?"
"Iya. Kamu sendiri sedang menunggu siapa nak?"
"Bumi pak." kulihat kebingungan tersirat jelas diwajah sang bapak, maka ku ulangi "Menunggu Bumi pak, pacar saya. Namanya bumi."
"Oh. Nama yang indah. Saya sedang menunggu hati. Galih. Itu nama anak saya."
"Oia? Wah saya baru tau Galih itu berarti hati. Berarti saya sedang menunggu Bumi dan bapak sedang  menanti hati, Galih." Beliau hanya tersenyum mendengar ucapanku.
"Kenapa lama sekali ya pak?"
"Mungkin karena kita sedang dalam penantian, waktu terasa bergerak begitu lamban. Kita tunggu saja. Lagipula, sudah tiga tahun kita menanti mereka dengan sabar, masa ujian hanya tiga jam kali ini kita gusar?"
"Iya ya pak."

------

Gubrak! Dengan sengaja aku menabrakkan diri ke tubuh lelakiku, Bumi. Ku peluk erat tubuhnya, ku ciumi sekujur wajahnya dan tak ku lepaskan gengamanku barang sedetikpun darinya.
"Joanne Ami Kalila! Lama banget kita gak ketemu ya!"
"Bumiii! Aku kangen kamu. Sangat. Mi... Peluk aku mi, jangan dilepas!"
"Pasti sayang, pasti. Tapi sebentar. Kasian ini ada temanku. Kenalin mi..." Aku mendongak dari dada lelakiku spontan menyorongkan tangan.
"Ami."
"Galih."
"Oh... kamu anaknya si bapak tua yang tadi duduk disamping saya loh. Kemana tadi perginya si bapak ya?"
Aku celingukan mencari namun mereka berdua hanya tersenyum misterius.
"Kalian kok malah senyam-senyum. Nyembunyiin apa dari aku? Eh, kenapa kalian wangi sekali? Kalian prajurit-prajurit centil nih! Sudah kayak mau kemana saja pakai baju putih-putih begini." Lagi-lagi mereka berdua hanya tersenyum. "Kalian! Aku pikir kelamaan di gurun kalian bakalan hitam, ini malah cerah begini. Ahahaha. Eh ya sudah yuk pulang, mama-papamu udah nungguin nih! Galih, kami duluan ya! Salam untuk ayahmu!" ucapku seraya menarik tangan Bumi.
"Enggak mi. Maaf. Aku sama Galih harus pergi.", ucapnya serentak melepaskan diri dari genggamanku.
"Loh? Kemana? Aku kesini untuk jemput kamu, mi! Mau kemana lagi? Ya sudah, kalian mau kemana? Sini biar aku yang antar, kamu pasti kelelahan untuk nyetir sendiri!"
"Enggak mi, aku gak pulang sama kamu. Aku dan Galih ada urusan. Aku sayang kamu, Ami. Jaga diri ya sayang!" senyum misterius kembali menghiasi wajah kedua pemuda tampan di hadapanku.
"Iya tapi kemana?"
"Nanti juga kamu akan tau. Satu hal yang harus kamu ingat mi, aku mencintaimu tanpa akhir. Dan akan terus seperti itu."

-----

"Nak...bangun nak! Bangun." Seseorang mengguncang bahuku dengan lembut.
Aku menguap lebar sekali dan lupa menutupinya dengan telapak tanganku.
"Nak... Bumi sudah kembali membumi nak!" wajah bapak tua yang sedari tadi menunggu bersamakku, tampak murung. Kelelahan menunggu mungkin, aku saja sampai tertidur pulas tadi.
"Hah? Bumi sudah sampai? Mana pak, Bumi mana?" terlonjak aku mendengar nama itu.
"Bumi dan hati sudah kembali membumi nak."
"Bapak ngomong apa sih? Iya Bumi mana? Bumi sahabatnya Galih ya ternyata. Barusan aku mimpi pak, saking gak sabar mau ketemu kali ya?"
"Nak! Bumi dan Galih... sudah pulang ke hadapan-Nya satu jam yang lalu. Pesawat mereka menabrak gunung. Meledak. Hancur tak berbentuk."
"Bumi? Galih? Maksud Bapak... Hati dan bumi kembali membumi?" bendungan air mataku pecah di hadapan sang bapak tua yang meski terpukul namun berusaha lebih tegar daripadaku. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan paling pahit yang pernah aku lontarkan.


"Apa bila nanti... Kau rindukanku di dekatmu.
Tak perlu kau risaukan.
Aku pasti akan kembali!"


Bumiku memang kembali, Bumi kembali membumi. Selamat jalan lelakiku yang berjanji akan selalu mencintaiku tanpa akhir. Juga selamat jalan hati. Hati dan Bumi kini telah kembali...membumi.


Inspirasi : Aku Pasti Kembali - Ratu
#cerpen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar