CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 20 September 2012

Pangeran Kata


Lilo kini hanya bisa menyesali segalanya. Terlambat. Menangis darah pun tak akan ada gunanya.
"Kenapa kamu ini mengurung diri berhari-hari begini?" seru putri Feisya, sahabat sang putri.
"Aku baik-baik saja!"
"Berhenti bermunafik! Kejar dia!"
"Percuma?"
"Kenapa?"
-----

Alkisah ada seorang pangeran bernama Ric. Ia tak tampan ataupun menawan. Tuhan Maha Adil karena pangeran ini memiliki simpati dan karisma yang sangat tinggi. Tak seperti pangeran lain yang sangat mengagungkan penampilannya, ia justru memanjangkan rambut ikal kecokletan miliknya hingga sepunggung.

Ada seorang putri bernama Lilo. Ia gendut dan selalu mengurung diri di dalam kamarnya. Ia tak pernah bangga akan dirinya. Tak ada kata cinta pada kamus hidupnya.

Suatu hari mereka dipertemukan dalam suatu acara. Kaum bangsawan dari berbagai penjuru dunia datang berkumpul dalam acara yang diadakan tiap seratus tahun sekali itu. Para putri-putri bangsawan sangat mengagumi pangeran Vio. Sedangkan sang putri bantet sangat mengagumi pangeran Ric. Baginya sang pangeran sangat heroik.

Pangeran Ric berperang dengan kata-kata. Ia berani menyerukan ketidakadilan yang dilakukan oleh Raja Buldoser melalui perkamen-perkamen yang ia sebarkan ke seluruh rakyat dan surat untuk raja itu sendiri. Meski begitu, pangeran Vio tetap lebih disukai karena berhasil menumpas raksasa gendut-bau-pemalas si Huvog yang gemar mencuri hasil panen warga.

Saking sukanya, sang putri pun menjadi punya pekerjaan baru yaitu penguntit amatir. Ia kali pertamanya sang putri merasa bergairah dalam hidupnya. Setiap saat pun ia akan menatap ke jendelanya pada saat ayam baru saja berkokok karena biasanya sang pangeran akan lewat depan kastilnya dan menyapa para rakyat jelata.

Setiap pangeran melewati kastil milik putri Lilo, selalu saja pangeran menatap ke atas, ke tempat putri Lilo biasa memandanginya. Kalau sudah begitu, sang putri akan menunduk dan menjerit pelan. Bahagia dan berbunga.

Hingga akhirnya sang putri merasakan bahwa sang pangeran juga jatuh hati padanya. Kapanpun dimanapun mereka bertemu atau sekedar papasan, pangeran selalu memandangi, tersenyum dan bahkan sesekali menyapanya.

Sang putri yang kini lebih mencintai dirinya semakin berhasrat menjalani hari-harinya. Ia pun bercerita pada boneka beruang ajaibnya.
"Popo, siapa menurutmu yang dicintai sang pangeran?"
"Ampun Yang Mulia. Popo tidak tahu."
"Hmmm, kalau begitu, apakah pangeran benar-benar jatuh hati padaku?"
"Ampun Yang Mulia. Lagi-lagi Popo tidak tahu."
"Popo, apakah aku benar-benar jatuh cinta pada sang pangeran?"
"Ampun Yang Mulia. Apakah yang mulia masih meragukan rasa yang telah yang mulia pendam selama ini?"
"Yayaya...baiklah. Po, kamu punya solusi untukku kah?"
"Dengan segala hormat Yang Mulia. Popo punya. Namanya cincin ajaib. Kenakan ini yang mulia. Jika yang mulia berhasil mendapatkan kecupan dari sang pangeran, maka cincin ini akan lenyap dengan sendirinya. Namun jika gagal, yang mulialah yang akan lenyap dari ingatan, benak dan bahkan pandangan sang paduka."
"Maksudmu, jika aku gagal, aku seakan-akan bagaikan hantu dihadapan Ric?"
"Ampun Yang Mulia."', Popo menunduk sangat dalam.

Setelah berhari-hari memikirkan teknik, akhirnya Lilo menemukan rencana yang cukup mudah. Masuk ke dalam kamar pangeran Ric, menemuinya dan menceritakan segalanya.
Hari yang dinanti tiba. Putri Lilo kabur dari istananya menuju kediaman Ric. Ia bisa dengan mudahnya memasuki kawasan istana tersebut, namun ttidak untuk memasuki kamar Ric, area pribadi. Ia kenakan cincinnya segera dan mencoba bersembunyi di lemari Ric menunggunya masuk ke kamar tersebut.

Malang bagi putri Lilo karena yang memasuki ruangan itu bukanlah Ric melainkan ibundanya, Ratu Lucifera. Si jahat tukang belanja, bergosip dan tak pernah memikirkan rakyatnya.
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Ah ratu! Maaf. Aku....", kalimat terhambat di kerongkonan putri Lilo.
"Memata-matai anakku, Ric?"
"Ah, maaf ratu. Hanya saja..."
"Ahahaha! Kau jatuh cinta padanya?", pipi putri Lilo memerah sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut.
"Ingat siapa dirimu! Kau memang sama kastanya dengan kami! Tapi kau si murung yang tak pernah menghargai hidupnya! Apa yang bisa dibanggakan darimu?"
"Lihat dirimu! Pendek, gendut, jelek! Kau macam monster! Pergi kau! Enyah dari hadapanku!"
"Tapi ratu..."
"Pulang dan berkacalah!"
Entah berapa banyak lagi hinaan yang putri Lilo dapatkan hingga akhirnya....
"Lihat, putraku sedang melukis. Tentu putri Viola yang jadi objeknya. Ah belakangan juga ia sering tersipu sendiri. Sudah tentu putri Viola yang dia bayangkan."
Terlalu banyak cacian, hinaan dan kepedihan yang Lilo rasakan hingga akhirnya...

PRANG!!!
Putri Lilo menjatuhkan dirinya ke bawah. Kaca megah kamar Ric pecah. Ia dekati Ric dan bertanya. Namun tak ada jawaban. Ia lihat lagi apa yang sedang dilukis pangeran...ternyata dirinya. Namun seketika pangeran berhenti melukis dan nampak bingung.
"Apa yang sedang kulakukan? Mahluk apa yang sedang aku lukis?"

Putri Lilo teringat kata-kata Popo : "Namun jika gagal, yang mulialah yang akan lenyap dari ingatan, benak dan bahkan pandangan sang paduka."

-----

"Ketika emosi merusak segalanya!", rutuk putri Lilo.
"Astaga.. Yang Mulia! Mengapa kau sebodoh itu?"
"Cemburu. Semata-mata aku menyukainya dan ingin sepenuh memiliki."
"Andai kesempatan kedua itu ada!"


#dongeng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar